ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH.

YAA ALLAH DENGAN PERTOLONGANMU KAMI MEMOHON
BERILAH KAMI KEKUATAN LAHIR DAN BATHIN UNTUK MAMPU MERAIH RIDLAMU..

Minggu, 19 Juni 2011

Inilah Satu Negeri Akibat Tidak Amanahnya Para Pemimpin



,… وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ , وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا فِيمَا أَنْزَلَ اللَّهُ إلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ } . (ابن ماجه ، وأبو نعيم ، والحاكم ، والبيهقى فى شعب الإيمان ، وابن عساكر عن ابن عمر)

“… dan tidaklah mereka merusak janji-janji Allah dan janji Rasul-Nya kecuali Allah akan menguasakan musuh yang berlaku sewenang-wenang dalam merampas hak-hak mereka. Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka tak berhukum dengan kitab Allah dan mereka tidak memilih (wahyu) yang Allah turunkan kecuali Allah akan menjadikan saling bermusuhan di antara mereka. (Hadits Riwayat Ibnu Majah, Abu Nu’aim, Al-Hakim, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dan Ibnu ‘Asakir, hasan-shahih menurut Syaikh Al-Albani).

Berikut ini uraian Pemimpin Redaksi Tabloid Suara Islam dalam laporannya yang membuat kita mengelus dada:

Ketika NKRI Telanjang Bulat

HM Aru Syeiff Assadullah

Pemimpin Redaksi Tabloid Suara Islam

Tabloid ini hanyalah media cetak yang terbit dua minggu sekali, tapi hanya dalam waktu dua minggu itu, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang kita cintai ini, mengalami berbagai peristiwa spektakuler. Segalanya menjadi terbongkar, terbuka total alias telanjang bulat. NKRI kini sudah telanjang bulat, itulah yang dimaksud judul laporan ini yang ingin membahas betapa negeri ini telah terbongkar borok-boroknya dua minggu terakhir. NKRI telah dijadikan obyek penghisapan kekayaan oleh asing. Ternyata segalanya kini telah dihisap habis-habisan.

Di tengah data yang amat mengenaskan itu (tentang penghisapan kekayaan negeri ini), panggung politik NKRI mencuat peristiwa dahsyat, dengan terbongkarnya korupsi di tubuh Partai Demokrat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang duduk sebagai Ketua Dewan Pembina, tak bisa menutupi lagi fakta hitam di tubuh Partai Demokrat ini dengan politik pencitraannya yang terkenal itu. Apalagi kemudian MetroTV berulang-ulang menayangkan ulang iklan Partai Demokrat pada Pemilu 2009 lalu. Siapa saja yang menyaksikan iklan Pemilu itu menjadi amat sinis. Sejumlah tokoh puncak Partai Demokrat menyilangkan tangannya dan lantang berteriak : Tidak! (maksudnya) terhadap tindak korupsi. Terlihat garang dalam iklan itu Anas Urbaningrum, Ibas putra SBY, juga Angelina Sondakh, yang kini justru menjadi berita karena sedang diusut terlibat korupsi Wisma Atlet Sea Games Palembang. Dua topik besar ini yakni : Penghisapan Kekayaan NKRI oleh Asing dan Korupsi Justru Dipelopori Partai Demokrat, akan dibahas dalam laporan ringkas ini.

Sebetulnya kabar adanya tindak penghisapan kekayaan NKRI oleh asing sudah sangat sering kita dengar. Apalagi sejak era reformasi yang telah menerapkan sistem politik-ekonomi yang liberalistis dan kapitalistis. Ketika sebuah koran nasional yang terbit di Jakarta mengungkapkan data-data tertulis yang lengkap, mengenai eksploitasi kekayaan NKRI oleh asing, siapapun yang punya otak normal dipastikan akan terhenyak. Tidak akan menyangka betapa amat dahsyat penghisapan kekayaan negeri ini oleh kekuatan asing. Harian Kompas yang biasa menyajikan pemberitaan bergaya soft, lembut bahkan acapkali oportunis, tiba-tiba beberapa hari memajang (sejak 23/5 sd 25/5) Headline garang menghantam rejim yang telah bertindak/bertanggungjawab terhadap sistem ekonomi yang kini dikuasai asing. Dilengkapi table yang terinci, sungguh data yang mengerikan betapa seluruh kekayaan negeri ini telah dihisap habis oleh asing. Dominasi asing kini semakin meluas dan melebar ke sektor strategis perekonomian Indonesia. Dominasi itu meliputi sektor pertambangnan, keuangan, telekomunikasi, energi, sumberdaya mineral, juga perkebunan yang merupakan hajat para petani, rakyat terbesar.

Menurut data yang ada, sampai dengan Maret 2011 ini, asing telah menguasai lebih 50% asset perbankan nasional. Ini berarti asset bank Rp 1.5551 Trilyun lebih, dari total asset bank senilai Rp 3.065 Trilyun, kini dikuasai asing. Bidang asuransi pun lebih separoh milik asing dari sekitar 45 perusahaan asuransi. Bidang lain, pasar modal total investor asing menguasai 70%. Data yang parah juga terjadi pada kepemilikan BUMN yang telah diprivatisasi, kini 60% dikuasai asing. Lebih mengerikan lagi adalah penguasaan sektor pertambangan minyak dan gas yang kini 75% telah dikuasai asing. Kini rakyat Indonesia dipaksa membeli BBM dengan harga pasar dunia, padahal semula Indonesia merupakan anggota OPEC, negara pengekspor minyak kini terbalik menjadi pengimpor bahan BBM karena hampir 100% minyak yang dieksploitasi dari bumi pertiwi justru diekspor dengan harga yang murah. Sebagai negara penghasil minyak selayaknya minyak yang dihisap dari bumi negeri ini bisa dipakai maksimal untuk kepentingan rakyat, seperti yang dilakukan pemerintah Saudi Arabia dan Lybia yang kini rakyatnya menikmati harga BBM-Premium Rp 900/liter. Menurut ekonom Kwiek Kian Gie, jika minyak Indonesia diolah menjadi BBM maka rakyat Indonesia bisa menikmati harga BBM-Premium Rp 650/liter.

Penetrasi atau tekanan asing melalui perusahaan multinasional di bidang pangan yang merupakan hajat rakyat paling mendasar, kini makin gila-gilaan. Perusahaan asing di bidang pangan, tidak saja menguasai perdagangan tetapi telah meluas dari hulu sampai hilir, seperti sarana produksi pertanian, meliputi benih dan obat-obatan hingga industri pengolahan, pengepakan, perdagangan, angkutan, hingga ritel. Pendek kata, segalanya sudah dikuasai asing. Petani Indonesia kini tergantung pada benih yang diproduksi asing, sehingga para petani kini bagai disandera hidupnya. Penguasaan asing di Indonesia di bidang pertanian ini sepenuhnya dikoordinasi oleh MNC (multinational corporation) dengan omzet mencapai 40 milliar dolar AS. Lima perusahaan raksasa di antaranya adalah : Syngenta, Monsanto, Bayer Corp, BASF AG, dan Dow Agro. Sementara petani dan rakyat Indonesia juga tergantung pada industri olahan MNC, senilai 409 milliar dolar AS, di antaranya melalui perusahaan : Nestle, Cargil, ADM, Unilever, dan Kraft Food. Cengkeraman lima perusahaan MNC itu antara lain, Nestle menguasai perdagangan kakao, Cargil menguasai perdagangan pakan ternak, dan Unilever menguasai pangan olahan. Sementara di bidang ritel penjualan eceran pangan di kuasai pula group MNC ini antara lain : Carrefour, Wall Mart, Metro Group, Tesco dan Seven & I Holding. Produk pangan secara lokal pun sudah dijual kepada asing yakni : Danone (Prancis), Unilever (Belanda), Nestle (Swiss) Coca-Cola (AS), HJ, Heinz (AS), Campble (AS), Numico (Belanda), dan Philip Morris (AS). Catatan ini menggambarkan gamblang, betapa habis sudah segalanya di negeri ini.

Penguasaan asing di bidang energi memang amat mengenaskan, karena sama sekali tidak bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Peranan negara sama sekali tidak ada untuk mengatur pemanfaatan berbagai sumber energi, mulai minyak gas batubara. Cadangan batubara misalnya, sebenarnya hanya dimiliki Indonesia 4,3 milliar ton dan hanya merupakan 0,5% cadangan dunia, dan akan habis dalam 20 tahun, tetapi kini dieksploitir dan dikirim ke Cina juga India. Padahal Cina sendiri memiliki cadangan batubara 114,5 milliar ton dan merupakan 13,9% cadangan batubara dunia. Sungguh ironis batubara Indonesia justru dihisap Cina dan India. PLN saja yang membutuhkan batubara terpaksa mengais-ngais batubara sisa ekspor. Dampaknya rakyat Indonesia kesulitan menikmati energi listrik.

Penguasaan asing di bidang Migas, dari 225 Blok Migas yang ada, dikelola kontraktor minyak asing dan hanya 28 blok saja yang dikelola Pertamina. Total, blok migas yang dikuasai Pertamina hanyalah 25% saja. Kini pemerintah dengan bangga mengumumkan hendak merebut pengelolaan minyak itu dengan jadwal sampai 2025 Indonesia konon akan menguasai kembali minyaknya 50% saja. Sungguh ironis dan mengenaskan.

Bidang telekomunikasi juga bernasib mengenaskan. Dua perusahaan yakni Indosat dan Telkomsel kini dikuasai Singapore, Qatar dan Malaysia. Indonesia hanya menguasai tak lebih 15%. Dengan bangga pula menteri BUMN Mustafa Abubakar mengumumkan Indonesia sedang berusaha membeli kembali perusahaan-perusahaan telekomunikasi strategis itu. Belum kita bahas penguasaan asing di bidang tambang emas yang juga terjadi mirip “penjarahan” ke negeri jajahan layaknya. Begitu yang terjadi di Papua, Sumbawa, dan Sulawesi Utara. Penjarahan harta rakyat Indonesia dari perut bumi Nusantara semakin leluasa dengan munculnya sejumlah undang-undang produk reformasi yang membenarkan pihak asing memiliki/mengoperasikan perusahahan di negeri ini sampai 80%. Harta rakyat Indonesia dibuat licin-tandas dibuatnya.

Korupsi Demokrat

NKRI juga bagai telanjang bulat melalui kasus terbongkarnya dugaan korupsi yang melanda sejumlah tokoh Partai Demokrat yang dipimpin Presiden SBY. Betapa tidak Presiden SBY dan Partai Demokrat dengan amat lantang selama ini selalu mengobarkan tekadnya dalam kampanye hendak memimpin sendiri pemberantasan korupsi. Tiba-tiba kini muka mereka tercoreng dengan kasus sogok yang melibatkan Bendahara Demokrat Muhammad Nazaruddin dalam pembangunan Wisma Atlet Sea Games di Palembang. Saban hari berita TV menyiarkan skandal yang juga menyerempet langsung Menpora Andi Malarangeng. Apalagi diumumkan pula Nazaruddin juga menyuap Sekjen MK Jenedjri Gaffar, senilai 120.000 dollar Singapura. Presiden bagai malu yang sulit ditutupi, akhirnya memutuskan untuk memecat Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat.

“Perang Bubat” di antara sesama kader Partai Demokrat pun pecah tak terelakkan. Nazaruddin meradang, hanya sehari dipecat segera melancarkan serangan balik, sekaligus “Bernyanyi” membongkar kebobrokan keluarga Malarangeng, khususnya Choel Malarangeng adik Andi Malarangeng yang disebutnya mengatur semua proyek di Kemenpora. Andi yang bekas Jubir SBY ini menanggapi serangan Nazaruddin melalui siaran televisi dengan ekspresi tersipu-sipu. Pemecatan Nazaruddin dianggap sanksi setengah hati, karena Nazaruddin tetap dibiarkan menduduki jabatannya di Komisi III DPR. Adnan Buyung Nasution, mengkritik keputusan setengah hati itu seraya menyindir sebagai tindakan kompromistis, agar Nazaruddin tidak lebih jauh “Bernyanyi” membongkar kejahatan Demokrat hingga telanjang bulat. Secara tersirat, “Perang Bubat” internal Demokrat ini membongkar adanya pertarungan dua kubu yakni kubu Ketua Umum Anas Urbaningrum yang didukung Ahmad Mubarok, Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan Ruhut Sitompul melawan kubu Presiden SBY yang didukung Pengacara Senior Amir Syamsuddin, Andi Malarangeng, Kastorius Sinaga, Jero Wacik, EE Mangindaan dll. Dengan mata terbelalak rakyat pun mengikuti terbongkarnya “baju-baju kehormatan” mereka yang bagai dihembus angin puting beliung, menelanjangi mereka hingga telanjang bulat. Negeri ini, NKRI pun ikut telanjang dibuatnya! Wallahu a’lam bisshawab

Suaraislam.com, Monday, 06 June 2011 16:02 Written by Shodiq Ramadhan

(nahimunkar.com)

1 komentar:

  1. mestinya lebih tepat kalau diibaratkan perang paregreg daripada perang bubat ......

    BalasHapus