ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH.

YAA ALLAH DENGAN PERTOLONGANMU KAMI MEMOHON
BERILAH KAMI KEKUATAN LAHIR DAN BATHIN UNTUK MAMPU MERAIH RIDLAMU..

Rabu, 29 Mei 2013

SEKELUMIT RIWAYAT MUHAMMADIYAH DI KEDUNGGALAR



Para Pimpinan Muhammadiyah di Cabang Kedunggalar saat ini rata-rata tidak begitu mengetahui riwayat Persyarikatan ini di cabang yang dipimpinnya. Hal ini karena beberapa sebab, di antaranya :
1.       Mereka bukan penduduk asli di Kedunggalar
2.       Mereka menjadi Muhammadiyah setelah mereka relative tua.
3.       Pimpinan terdahulu tidak meninggalkan arsip yang berkaitan dengan kegiatan Muhammadiyah dari tahun ke tahun.
4.       Para sesepuh Muhammadiyah yang cukup lama jadi orang Kedunggalar sudah tidak ada lagi.
Oleh karena itu untuk mengetahui kapan Muhammadiyah mulai ada di Kedunggalar cukup sulit. Namun menurut cerita dari mulut ke kuping sedikit-sedikit masih bisa digambarkan mulai kapan Muhammadiyah menyapa masyarakat Kedunggalar.
Menurut cerita yang pernah saya terima, pada tahun 1925-an Mubaligh Muhammadiyah pernah datang dan menetap di Kedunggalar. Pada waktu itu sikap masyarakat sangat anti-pati kepada Persyarikatan yang berpusat di Yogyakarta ini. Sikap antipati ini terjadi karena kurangnya informasi yang diterima oleh masyarakat sebelumnya. Umumnya informasi yang sampai kepada masyarakat berasal dari orang-orang yang tidak setuju dengan gagasan Sang Pencerah, sehingga mereka cenderung membuat cerita-cerita khayal yang menggambarkan bahwa Muhammadiyah itu suatu faham baru yang sesat, yang wajib dijauhi dan kalau perlu dimusuhi oleh orang Islam. Maka dakwah Mubaligh itu kurang begitu berhasil dan kebetulan Mubaligh yang berprofesi sebagai pegawai pemerintah itu tidak lama juga kena mutasi ke Surabaya. Pun demikian, ada juga bekas-bekas hasil dakwah Sang Mubaligh, di antaranya ada sebagian kaum santri yang merasa suka kepada Muhammadiyah dan menyatakan diri sebagai “orang Muhammadiyah”.
Pada jaman Jepang dan di awal-awal merdeka, walaupun Cabang belum secara resmi terbentuk namun kegiatan Gerakan Kepanduan HW cukup ramai. Sehingga hampir seluruh Pemuda terpelajar di Kedunggalar ikut menjadi Pandu HW (Hizbul Wathon). Yang termasuk Pimpinan HW pada waktu itu di antaranya : Abdullah Bakri, Muhammad ‘Aliman, Muh.Syamsu Harianto dll yang kelak menjadi Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kedunggalar.
Selanjutnya berkenaan dengan status Muhammadiyah yang menjadi anggota istimewa Partai Politik Islam Masyumi, kegiatan dakwah Muhammadiyah di Kedunggalar tidak begitu terasa, karena hampir keseluruhan waktu dan tenaga digunakan untuk kepentingan Masyumi yang sedang mengalami tekanan berat dari lawan-lawan politik yang secular.
Pada tahun 1959 Bung Karno secara sepihak mengeluarkan dekrit, yang terkenan dengan sebutan Dekrit Presiden. Di antara isi dekritnya ialah membubarkan Konstituante hasil Pemilu 1955. Partai Masyumi yang diikuti oleh Muhammadiyah menjadi lawan politik yang berat bagi Sukarno yang Nasionalis Sekular ini. Maka berbagai cara ditempuh oleh Sukarno untuk membubarkan Masyumi. Berbagai macam fitnah disebar, banyak pimpinan Masyumi (yang juga pimpinan Muhammadiyah) ditangkap dan dimasukkan ke penjara secara tidak adil dan penuh kesewenang-wenangan, seperti Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Dr.M.Natsir, Prof. Hamka ditahan dengan tuduhan fitnah yang dibuat-buat.
Karena kondisi di tingkat atas seperti itu, maka gerak Muhammadiyah di lapisan terbawahpun selalu diawasi dan dimata-matai oleh Penguasa dan kekuatan anti Islam. Sehingga gerakan Muhammadiyah di Kedunggalarpun tidak bisa berjalan lancar. Namun demikian, tokoh-tokoh Masyumi di Kedunggalar tidak pernah menyerah begitu saja. Mereka terus berjuang sekuat tenaga dengan bendera Muhammadiyah lagi (setelah Masyumi membekukan diri). Maka pada tahun 1962 Pimpinan Muhammadiyah Cabang Kedunggalar mulai kelihatan keberadaannya. Tokohnya antara lain : Abdullah Bakri, M.Aliman, Abdul Mu’idz, Sutomo Rahardjo, Syamsu Hariyanto, Abdullah Sayid, M.Sholeh, dll.
Gerakan Muhammadiyah di Kedunggalar  saat itupun masih berkutat urusan politik, yakni pertarungan ideology antara nasionalis, Islam dan Komunis.
Pada tahun 1966 sampai dengan 1969 gerakan Muhammadiyah banyak berupa ikut berpartisipasi dalam penumpasan gerakan Komunisme.
Pada tahun 1970-an, tokoh-tokoh Muhammadiyah di Kedunggalar dilanda kurang kompak. Penyebabnya juga urusan politik, yaitu sebagian bergabung dalam Parmusi (Partai Muslimin Indonesia) sebagian lagi ikut bergabung dalam wadah politik Golongan Karya. Akhirnya Muhammadiyah di Kedunggalar menjadi seolah-olah tidak ada lagi.
Pada tahun 1985, Soeharto penguasa Orde Baru memaksakan kehendaknya agar semua Ormas berasaskan Pancasila (asas tunggal) semua Ormas mulai tingkat tertinggi (pusat) sampai terendah wajib melaporkan keberadaannya kepada pemerintah. Maka Muhammadiyah Cabang Kedunggalarpun mulai dibangunkan kembali. Tercatat sebagai Pimpinan Muhammadiyah Cabang pada saat itu di antaranya : Abdullah Bakri (Ketua), Muh.Aliman (Wk.Ketua), Rustamadji (Sekretaris), M. Sholeh (bendahara), Abdul Mu’idz (Wk Bendahara).
Alhamdulillah, mulai saat itu Muhammadiyah di cabang Kedunggalar meski lambat terus bergerak. Ortom Kepemudaan mulai dibentuk dan diadakan (Pemuda Muhammadiyah) Pimpinan dan tokoh-tokohnya di antaranya : Drs, Sunarwan, Drs. Supriyadi, Drs, Mahfudzi, Istijono Prawiro Hadi K, Ni’am Afrosin, Gipong Sumarsono, Totok Sri Haryanto, Suharno dll.
Dan akhirnya Muhammadiyah di kedunggalar terus berjalan sampai sekarang ini.