ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH.

YAA ALLAH DENGAN PERTOLONGANMU KAMI MEMOHON
BERILAH KAMI KEKUATAN LAHIR DAN BATHIN UNTUK MAMPU MERAIH RIDLAMU..

Selasa, 20 September 2011

Madzhab Al-Asy’ari, Benarkah Ahlussunnah Wal Jamaah (bag. 2)

PENILAIAN TERHADAP BUKU
“MADZHAB AL-ASY’ARI, BENARKAH AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH?
bag. 2

8. Klaim Ibn Abdil Barr Asy’ari (133)
Jawabannya ada dalam Jami’ Bayan Al-Ilmi Wa Fadhlihi tahqiq Abul Asybal Az-Zuhairi, 2/939-943)
9. Untuk membuktikan ibanah yang asli mengikuti ibn Kullab, dan tidak sama dengan paradigma Hanabilah dulu dan Wahabi sekarang ini penulis membawakan riwayat yang tidak benar (51-52) bahwa al-Barbahari tidak menerima al-Ibanah. Kisah ini (al-Barbahari tidak menerima al-Ibanah, kemudian al-Asy’ari keluar dari Baghdad) dibatalkan oleh imam ibn Ibnu Asakir ra dalam Tabyin kadzibil Muftari yang ditahqiq oleh al-Kautsari alhanafi al-maturidi (288). Juga didustakan oleh Ibn Taimiah, Dzahabi, karena bertentangan dengan fakta bahwa Asyairah dan Hanabilah waktu itu rukun, dan Asy’ari tidak pernah keluar dari Baghdad hingga meninggal.
10. Penulis mengatakan: Ibnu Kullab konsisten dengan metodologi salaf, dan bahwa metodologi salaf dan ibn Kullab sama, dan itu yang diikuti oleh al-Asy’ari (44, 50). Ucapan ini: -bertentangan dengan ucapan imam Asy’ari; dalam kitab Maqalat al-Islamiyyin. Al-Asy’ari menyebutkan Hadza Dzikr al-ikhtilaf. Lalu dia menyebut perselisihan firaq-firaq yang ada, termasuk penyebutan Ibnu Kullab dan Ashhab ibn Kullab secara tersendiri (146, 398, 421, 432) sebagaimana menyebut jahmiyyah, murjiah, mu’tazilah syiah dll., dan kemudian mengkhususkan bab “Hadzihi hikayah jumlah qawl ashhhab al-Hadits wa ahl as-sunnah (226).
11. Penulis menjelaskan sebab dituduhnya ibnu Kullab telah menyimpang dari ahlussunnah, dengan mengatakan: “Hal tersebut sebenarnya berangkat dari persolalan yang sepele yaitu pendapat apakah bacaan seseorang terhadap al-Qur`an termasuk makhluk atau bukan.” (47-48)
Saya berhusnuzhan bahwa penulis benar-benar tidak tahu perbedaan antara salaf dan ibnu Kullab, jika tidak berarti benar-benar memilih untuk menyalahi salaf shalih- dan itu mustahil menurut saya-. Imam al-Asy’ari dalam al-Maqalat mengatakan bahwa Ibnu Kullab mengatakan bahwa kalamullah adalah ‘ma’na wahid ( almaqalat,421). Selanjtnya imam asy’ari mengatakan: “Abdullah ibn Kullab mengklaim bahwa yang kita dengarkan dari para pembaca al-Qur`an adalah ibarah ‘an kalamillah (ungkapan dari kalam Allah, bukan kalam Allah itu sendiri, jadi konsekuensinya al-Qur’an yang bisa dibaca ini adalah makhluk), …. dan makna firman Allah yang artinya:
“Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah.” (At-Taubah: 6) artinya hingga ia memahami kalam Allah[1], dan mengandung kemungkinan menurut madzhabnya, artinya adalah: hingga ia mendengar para pembaca al-Qur`an membacanya.”
Jadi menurutnya kalam Allah itu tidak bisa didengar dan tidak bisa dibaca. Yang bisa didengar dan dibaca itu ibarat-ibarat (ungkapan-ungkapannya), dan ungkapan-ungkapan ini berbeda dan berubah, maka ia makhluk.
Apakah ini masalah sepele menurut para ahli hadits dan salaf shalih? Tentu tidak. Ini masalah besar. Menurut imam al-Asy’ari, para ahli hadits ahli sunnah itu mengatakan: “Barang siapa mengatakan dengan lafazh atau waqf maka ia ahli bid’ah menurut mereka.” (Maqalat, hal. 227)
Imam Ahmad, yang imam Asy’ari mengaku mengikuti aqidah beliau mengatakan: “Kaum waqifah adalah mereka yang mengklaim bahwa al-Qur`an itu kalamullah, dan mereka tidak mau mengatakan: “Bukan makhluk”. Mereka kelompok yang paling jahat dan buruk. Sedangkan lafdziyyah adalah mereka yang mengatakan bahwa al-Qur`an itu kalamullah tetapi lafazh kita dengan al-Qur`an ini dan bacaan kita terhadapnya adalah makhluk. Mereka ini adalah kaum jahmiyyah fasiq.” (Risalah as-Sunnah, milik Imam Ahmad, dicetak bersama al-Radd ala al-Jahmiyyah waz-zanadiqah, hal. 82)
Para ulama ahlus sunnah mengingkari Ibnu kullab karena bid’ah-bidahnya:
  1. kalamullah adalah kalam nafsi, la yata’aallaq bilmasyiah
  2. kalamullah adalah makna wahid (amr, nahy, khabar, istikhbar, nida`)
  3. al-Qur`an al-Arabi bukan kalamullah yang Dia berbicara dengannya. Dan al-Qur`an yang diturunkan bukan kalamullah melainkan hikayat atau ibarat dari kalamullah. (jika mu’tazilah mengatakan: al-Quran kalamullah tapi ia makhluk, maka ibn Kullab dan pengikutnya mengatakan: al-Qur`an al-Arabi makhluk, dan bukan kalamullah)
  4. Taurat, Injil, dan al-Qur`an adalah satu hanya beda ‘ibaratnya (ungkapannya)
  5. Allah tidak mampu untuk berbicara, dan tidak berbicara sesuai dengan kehendak dan keinginnannya.
  6. Pembicaraan Allah kepada makhluk yang ia kehendaki tidak lain hanyalah khalq idrak (penciptaan pemahaman makna untuk mereka)
Jadi ini masalah serius. Orang yang mengatakan sepele pasti tidak keberatan menerima penjelasan salaf shalih ahlussunnah, karena sepele. Tetapi kalau keberatan dan menolaknya berarti tidak sepele, dan ia termasuk pengikut ibnu Kullab bukan pengikut safal shalih ahli sunnah.
Keyakinan manusia sebelum ibn kullab tentang Kalamullah ada dua:
Pertama: ahli sunnah dari salaf shalih dan ahli hadits mengatakan: “Allah memiliki sifat kalam, Dia berbicara jika berkehendak dan kapan berkehendak. Dia telah berbicara kepada Musa, dan akan berbicara kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat. Al-Qur`an ini kalamullah bukan makhluk- ini mencakup huruf dan maknanya.”
Kedua: ahli bid’ah dari Mu’tazilah dan Jahmiyyah mengatakan: kalamullah makhluk, yang Dia ciptakan pada selain-Nya. Oleh karena itu mereka mengatakan dengan kemakhlukan al-Quran.
Tidak ada pendapat ketiga hingga datang Ibn Kullab yang mengatakan: Kalamullah qadim, makna wahid, la yata’allaq bimasyiatillah wairadatih.” Lalu datang asy’ariyyah mengatakan: kalam Allah yang bersifat makna itu azali qaim binafsihi, la harf wa la shaut. Adapun lafazh dan huruf yang di al-qur`an maka ia adalah kalam lafdzi, ia makhluk, diciptakan untuk mengungkap makna. Kalam nafsi qadim bukan makhluk (ini yang mereka klaim sesuai dengan salaf, ahl sunnah) dan yang kedua hadits makhluk (ini yang nyata sesuai dengan mu’tazilah jahmiyyah muaththilah)
Dengan demikian:
- ucapan ibn Kullab dan pengikutnya bid’ah dalam Islam, menyalahi Ijma’.
- klaim asyairah bahwa ucapan mereka sesuai dengan salaf adalah tidak benar, karena madzhab salaf sangat terkenal sebelum ibn Kullab. Oleh karena itu pengingkaran salaf terhadap ibn kullab sangat keras.
- Kemudian pengikut ibn Kullab (dalam menolak sifat ikhtiyariyyah, dan mengatakan kalamullah qadim, azali qaim binafsihi, makna wahid) terbagi menjadi dua kelompok:
*Asy’ariyyah; persis seperti ibn Kullab, hanya saja Asy’ari mengatakan ibarat kalamullah bukan hikayat kalamullah seperti ibn Kullab, azaliyyatul amr wan nahy, dan makna wahid Cuma satu sifat, sementara ibn Kullab mengatakan memiliki 5 sifat).
*dan Salimiyyah; menjadikan huruf dan suara azali. Ini agar sesuai dengan ibn Kullab dalam menolak sifat ikhtiyariyyah dari Allah, dan agar sesuai dengan jumhur bahwa kalam itu lafazh dan makna. Masing-masing dari mereka saling mencela. Ini menunjukkan kebatilan masing-masing.
- batalnya klaim ijma’ mereka atas kebenaran ucapan mereka.
Yang benar adalah salaf shalih dan pengikutnya yang mengatakan:
- الكلام صفة قائمة به تعالى تقتضي أن يتكلم بما شاء إذا شاء ومتى شاء، بها الأمر والنهي والوعد والوعيد والخبر والإنشاء
- والقرآن كلام الله تعالى تكلم به حقيقة لم يخلقه في غيره، فهو كلامه حقيقة أنزله على رسوله محمد صلى الله عليه وسلم
- لم ينقل عن أحد من السلف أن القرآن قديم بقدمه تعالى كقدرته وإرادته وكذالك لم ينقل عنهم أنه مخلوق
12. Penulis meyakini bahwa aliran wahhabi (salafi) itu disepakati sebagai kelangsungan dari aliran khawarij pada masa awal-awal islam, yang membawa pengkafiran dan penghalalan darah kaum muslimin selain golongannya. Lalu ia menguatkan ucapannya ini dengan ucapan syaikh Ahmad al-Shawi yang ada dalam Hasyiayah alal Jalalain (237).
Dia menulis: “Diantara pendapatnya (maksudnya syaikh abdul wahhab) yang keluar dari ijma’ ulama adalah pengkafiran seluruh kaum muslimin pada masanya karena tidak mengikuti ajarannya, pengkafiran orang yang melakukan istighatsah dengan nabi atau wali yang sudah meninggal…(241)
Dia juga menulis: “Paradigma pengkafiran wahhabi terhadap kaum muislimin dapat dibaca dalam buku-buku resmi wahhabi seperti Kasyf Syubuhat Al-Musytabihat karya Muhammad Ibn Abdul Wahhab (Riyadh, Dar Zamzam 1414)…Addurar As-Saniyyah ..(283)
Pertama: Seharusnya penulis mengetahui bahwa konsekuensi dari ucapannya ini justru syaikh al-Shawi lah (dan banyak dari Asyairah) yang mengkafirkan kaum muslimin-. Dia mengkafirkan seluruh ulama salaf shalih dan umumnya kaum muslimin yang diatas fithrah dan tidak mengenal takwil ahli Asya’irah, yang mengimani al-Qur`an dan as-Sunnah apa adanya tanpa takwil asy’ari, dengan mengatakan bahwa “mengambil lahiriyyah al-Qur`ân dan as-Sunnah adalah termasuk ushûlu `l-Kufr (pangkal kekufuran)”.[2] Sebab sudah kita maklumi bahwa madzhab salaf shalih adalah mengimani lahiriyyah nushush dengan tetap mensucikan Allah dari kekurangan dan keserupaan dengan makhluk.
Maka Ibnul Qayyim mengatakan bahwa kaedah: “Apabila ada pertentangan antara akal dengan naql maka akal harus didahulukan dan dimenangkan.” Adalah thaghut kedua, setelah thaghut pertama yaitu “Dalil-dalil lafzhiyyah tidak memberi makna yang yakin.”[3] Lalu Ibnul Qayyim membantahnya dengan 126 bantahan.[4] (baca buku Abul Hasan Al-Asy’ari Imam Yang Terzhalimi, hal. 109-112)
Kedua: menghukumi wahhabiyyah atau salafiyyah sebagai kelanjutan khawarij adalah gegabah dan zhalim. Klaim pengkafiran seluruh kaum muslimin pada masanya karena tidak mengikuti ajarannya adalah propaganda yang dilancarkan oleh musuh-musuhnya untuk menjelekkan citra syaikh dan dakwah tauhid.
Beliau berkata:
” وأما القول إنا نكفر بالعموم فذلك من بهتان الأعداء الذين يصدون به عن هذا الدين ونقول سبحانك هذا بهتان عظيم ” الرسائل الشخصية 15/101
“وقوله : إني أكفر البوصيري لقوله يا أكرم الخلق، وقوله إني أقول لو أقدر على هدم حجرة الرسول لهدمتها ولو أقدر على الكعبة لأخذت ميزابها وجعلت لها ميزاباً من خشب، وقوله إني أنكر زيارة قبر النبي صلى الله عليه وسلم، وقوله إني أنكر زيارة قبر الوالدين وغيرهم وإني أكفر من يحلف بغير الله فهذه اثنتا عشرة مسألة جوابي فيها أن أقول : ((سبحانك هذا بهتان عظيم )) ” . الرسائل الشخصية 11/64

Ketiga: masalah isthighatsah kita muat serial makalah tentang itu di Qiblati, sampai serial ke-5 belum ada yang masuk, kita berharap dengan adanya acara ini akan ada dialog ilmiah di sana.
Keempat: yang ada di dalam kitab Kasyfu As-Syubuhat misalnya bukan pengkafiran kaum muslimin tetapi ajakan kepada tauhid; penyembahan kepada Allah semata dan penjelasan tentang syiriknya perbuatan menjadikan perantara antara manusia dan Allah, yang mana mereka bertaqarrub kepada wasithah tersebut apakah ia nabi, malaikat, wali, pohon, kuburan atau jin. Syaikh mengajak agar do’a, nadzar, sembelihan, itstighatsah dan seluruh ibadah agar ditujukan kepada Allah semata. Kemudian syaikh membantah syubhat-syubhat yang dipakai oleh orang-orang untuk membenarkan syirik mereka.
13. Tuduhan diantara kesesatan ibn Taimiyah adalah ucapannya wujud alam ini qadim (239)
Tuduhan ini tidak benar. Baca Minhaj as-sunnah 1/299; 1/212, Muwafaqat Shahih al-Manqul li sharih al-Ma’qul, 1/275)
14. Ada banyak fakta yang membuktikan kebersihan ibn taimiyah dari tuduhan itu dia mengkafirkan Ibn Sina dan para Failasuf karena meyakini alam qadim, Tuduhan pembantaian wahhabi terhadap kaum muslimin (282):
pertama: ini masalah sejarah konflik/perselisihan dan pertikaian yang terjadi diantara umat Islam, dan kita tidak menyaksikannya maka kita tidak layak menghukumi begitu saja, atau sepihak.
kedua : jika kita menghukumi begitu saja maka juga ada informasi yang menunjukkan bahwa madzhab asy’ari menyebar di Afrika dan Andalus dengan paksaan, ancaman dan kekerasan. Yaitu setelah lengsernya daulah al-Murabithin dan berkuasanya kaum zindik Tumartiyyin al-Muwahhidin. Tidaklah tersebar Asy’ariyyah disana kecuali dengan besi dan api setelah pembantaian yang dilakukan oleh para pengikut ibn Tumart (524 H), yang dia itu adalah murid abu Hamid Ghazali as-Shufi al-Asyari, terhadap ahlus Sunnah Waljama’ah (Salafiyyin) di awal abad ke-6 H. Mereka menyebut dirinya Muwahhidin karena mereka mengkafirkan kenbanyakan kaum muslimin yang mereka anggap mujassimin. Mereka membantai ribuan kaum muslimin yang sunni, dst.
15. Tuduhan, ibn Taimiyah meyakini kefanaan neraka (240) adalah batil.
Baca : Mukhtashar al-Fatawa al-Mishriyyah, hal. 177; Majmu’ Fatawa: 18/307; disebut oleh al-Abani dalam mukadimah Raf’ al-Astar Liibthal Adillah al-Qailin bifana` anNar.

[1] Karena menurutnya kalam Allah itu tidak bisa didengar dan tidak bisa dibaca. Yang bisa didengar dan dibaca itu ibarat-ibarat (ungkapan-ungkapannya).
[2] Ahmad ibn Hajar al-Buthomi, Tanzîhu `s-Sunnah wa `l-Qur’an ‘An Ai Yakûna Min Ushûli `d-Dhalâl wa `l-Kufrân”, h. 11; Syarif ibn Muhammad Hazza’ dalam tahqiqnya terhadap kitab al-Asma’ was-Shifat karya Muhammad al-Amin as-Syinqithi, Maktabah Tau’iyyah Islamiyyah, Jizah, 1/1408, h. 38.
[3] Ibnul Qayyim, as-Shawa’iqul Mursalah ‘Alal Jahmiyyah wal-Mu’atthilah, Tahqiq DR. Ali ad-Dakhilullah, Darul Ashimah, Riyadh, cet. 3/1418, jilid 1/95-97; 2/632; 3/796.
[4] Ibnul Qayyim, as-Shawa’iqul Mursalah ‘Alal Jahmiyyah wal-Mu’atthilah, jilid 3 dari awal sampai akhir.

sumber :
http://www.gensyiah.com/madzhab-al-asyari-benarkah-ahlussunnah-wal-jamaah-bag-2.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar