ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH.

YAA ALLAH DENGAN PERTOLONGANMU KAMI MEMOHON
BERILAH KAMI KEKUATAN LAHIR DAN BATHIN UNTUK MAMPU MERAIH RIDLAMU..

Rabu, 06 April 2011

RAHASIA IMAN

Dalam Al-Qur’an, Allah swt. selalu menegaskan tentang iman. Bahkan panggilan identitas hamba-hamba-Nya disebut dengan: almu’minuun, atau alladziina aamanuu. Iman secara bahasa artinya percaya. Dari percaya muncul sikap atau perbuatan. Seorang pasien yang percaya kepada dokternya, ia akan patuh ikut apa kata dokter. Ketika dokter memutuskan: ”Anda kena penyakit kanker, ia langsung percaya. Lalu ketika dokter memutuskan: Anda harus diopreasi,” Ia langsung siap berapapun harus membayar biaya. Obat-obatan dari dokter diminum sesuai dengan aturan yang ditentukan, ada yang tiga kali atau dua kali sehari dan lain sebagainya. Semua itu dipatuhi dengan sungguh-sungguh. Bahkan pantangan makanan yang dilarang oleh dokter pun dijauhi, seenak apapun makanan tersebut, ia berusaha menghindar semaksimal mungkin.

Pernah seorang pasien penderita diabet, ditawarin makanan kue yang sangat enak dan lezat. Seketika ia berkata, kata pak dokter ini tidak boleh saya makan. Perhatikan sungguh tidak sedikit manusia yang sangat patuh kepada dokter, tetapi kepada Allah tidak demikian. Padahal Allah jauh lebih luas pengetahuan-Nya dari pada seorang dokter.

”Percaya” adalah kekuatan untuk patuh, seperti patuhnya seorang pasien yang sangat percaya kepada sang dokter. Percaya dalam Islam disebut iman. Iman harus berkaitan dengan yang ghaib. Sebab ia merupakan kebutuhan ruhani. Karenanya di pembukaan surah Al-Baqarah:3, Allah berfirman: ”Alladziina yu’minuuna bilghaibi (yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib).” Berdasarkan ayat ini maka iman itu harus berkaitan kepada yang ghaib. Seperti beriman kepada Allah, para malaikat dan wahyu yang turun kepada para rasul, itu semua adalah ghaib. Dan ternyata ini adalah kebutuhan fitrah manusia. Inilah makna fithrah yang Allah firmankan:

”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (30:30)

Jadi pada dasar penciptaannya manusia telah dibekali iman. Dalam surah Al-A’raf: 72, Allah berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”

Inilah persaksian setiap janin, ketika masih dalam rahim ibunya, ia telah dengan jujur mengakui keimanannya kepada Allah. Inilah makna hadits Nabi saw. Yang sangat terkenal: “Kullu mawluudin yuuladu ‘alal fithrah (setiap bayi yang baru lahir, ia lahir dalam keadaan fitrah (maksdunya berimana kepada Allah swt).”

Sayangnya kemudian bahwa materialisme telah menyeret manusia untuk hanya menekuni kebutuhan fisiknya. Akibatnya mereka selalu sibuk dengan hal-hal yang berupa benda. Bahkan yang lebih parah mereka berusaha untuk membendakan yang ghaib. Itulah asal-muasal munculnya matahari, patung, pohon besar dan lainya dianggap sebagai tuhan. Mereka merasa kurang puas kalau tuhan yang mereka sembah tidak nampak. Padahal tabiat iman harus selalau berkaitan dengan yang ghaib. Maka selama kecendrungan materialistik tetap menguasai dan diutamakan di atas segalanya, otomatis keimanan akan terkesampingkan. Dan mereka tidak akan pernah merasakan nikmatnya iman. Dari sinilah kekeringan ruhani terjadi.

Semua orang sebenarnya ingin bahagia. Tetapi banyak dari mereka yang tidak menemukan kebahagiaan itu. Ada yang mengejar kebahgiaan di balik hiburan dan kemegahan. Bahkan banyak juga yang sampai tercebur dalam dosa-dosa. Namun ternyata kebahagiaan tidak juga didapatkan. Banyak orang mengalami stress dan depressi justru di saat telah mencapai puncak keberhasilan secara keduniaan. Di sini jawabannya adalah iman. Bahwa hanya iman yang akan mengisi kekeringan ruhani mereka. Caranya patuhi Allah dengan sesungguh-sungguhnya. Bukan sekedar basa-basi atau puara-pura atau setengah hati. Bila mereka patuh kepada dokter atau bos dengan sungguh-sungguh, maka patuhlah kepada Allah di atas semua itu.

Yang banyak terjadi adalah bahwa Allah sering dikesampingkan. Shalat diabaikan karena rapat dan lain sebagainya. Seharusnya seorang muslim waktunya diseting oleh shalat, bukan dia yang menseting shalat. Demikinlah Rasulullah dan sahabat-sahabatnya mencontohkan hal ini.

Maka selama kepatuhan kepada Allah dianggap sampingan, iman tidak akan pernah berdaya. Dan akibatnya kebahagiaan hakiki tidak bisa dicapai. Sebaliknya ketika keimanan benar-benar menggelora, lalu dibuktikan dengan kepatuhan yang jujur dan maksimal kepada Allah, maka kebahagiaan akan tercapai. Wallahu a’lam bishshowab.


Senin, 04 April 2011

MEMBERHALAKAN ORANG SHALIH



Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah subhanahuwata’ala, salah satu cara agar kita bisa memahami dan mengamalkan tauhid adalah dengan mengetahui lawannya, yaitu kesyirikan. Seperti yang telah kita ketahui, syirik adalah menyejajarkan segala sesuatu selain Allah dengan Allah dalam hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, yaitu dalam hal Rububiyyah (Perbuatan-perbuatan Allah), ‘Uluhiyyah (Perbuatan hamba dalam rangka beribadah kepada-Nya) dan Asma wa sifat (Nama dan Sifat Allah). Kesyirikan memiliki bentuk yang beraneka macam, dari yang nampak jelas sampai yang tersembunyi. Bahkan seseorang dapat tidak mengenali suatu kesyirikan karena kesamarannya. Untuk itu wajib bagi setiap muslim mempelajari ilmu tauhid secara mendalam sehingga dapat membedakan perkara tauhid dan syirik. Salah satu kesyirikan yang sering terjadi di tengah masyarakat adalah sebagai akibat berlebihan terhadap orang shalih.

Definisi Orang Shalih
Seseorang dikatakan memiliki sifat shalih jika telah menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesama dengan baik. Yaitu orang yang menjauhi perbuatan kerusakan dan dosa serta menjalankan ketaatan kepada Allah dan bersegera dalam kebaikan[1]. Dan manusia yang paling shalih adalah dari kalangan Rasul dan para Nabi. Secara umum manusia memiliki tiga sikap terhadap orang shalih[2]:
Pertama, orang yang besikap sesuai dengan batasan syari’at yaitu meneladaninya, mencintainya, menghormatinya, loyal kepadanya, membelanya, dan sikap lainnya yang diizinkan oleh syari’at. Dan secara khusus jika orang shalih tersebut adalah seorang Rasul, maka dengan mengambil syari’atnya dan mengikuti jejaknya.
Kedua, bersikap belebihan yaitu menyanjungnya dengan sanjungan yang melampaui batas, membangun dan memberi penerangan terhadap kuburnya, beribadah kepada Allah di sisi kuburnya, tabarruk (mencari berkah) dengan jasad dan peninggalannya, dan lain-lain.
Ketiga, bersikap merendahkan yaitu dengan tidak menunaikan hak-hak orang shalih seperti yang telah disebutkan pada poin pertama.
Dari kedua sikap tersebut, hanya sikap yang pertama yang diizinkan oleh syari’at, dua sikap yang lainnya merupakan sikap yang terlarang. Khususnya sikap berlebihan terhadap orang shalih. Karena hal tersebut dapat mengantarkan seseorang kepada jurang kesyirikan.

Awal Kesyirikan, Akibat dari Sikap Berlebihan Terhadap Orang Shalih
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan mereka (Kaum Nabi Nuh) berkata, “Jangan kamu sekali-kali meninggalkan sesembahan-sesembahan kamu dan (terutama) janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’quq, maupun Nasr” (QS. Nuh: 23). Ibnu Abbas radliyallaahu ‘anhu berkata dalam menafsirkan ayat yang mulia ini, “Ini adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh. Tatkala mereka meninggal, syaitan membisikkan kepada kaum mereka, ‘Dirikanlah patung-patung mereka pada tempat yang pernah diadakan pertemuan di sana, dan namailah patung-patung itu dengan nama-nama mereka.’ Orang-orang itu pun melaksanakan bisikan syaitan tersebut tetapi patung-patung mereka ketika itu belum disembah. Hingga orang-orang yang mendirikan patung itu meninggal dan ilmu agama dilupakan orang, barulah patung-patung tadi disembah”.[3]
Dari riwayat Ibnu Abbas radliyallaahu ‘anhu di atas, telah jelas bahwa pada awalnya kaum Nabi Nuh tidak bermaksud untuk menyembah patung yang meraka buat, melainkan hanya untuk mengenang orang-orang shalih tersebut. Namun pada akhirnya patung tersebut pun disembah. Hal ini menunjukkan haramnya perbuatan berlebihan terhadap orang shalih, yaitu membangun patung untuk mengenang mereka. Karena perbuatan berlebihan terhadap orang shalih tersebut dapat menjadi jalan terwujudnya kesyirikan. Sebagaimana hadits dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya) “Jauhilah oleh kamu sekalian sikap berlebihan, sesungguhnya hancurnya umat sebelum kalian adalah karena berlebihan dalam agama.[4]
Dari Jundub bin Abdillah Al-Bajaly radliyallaahu ‘anhu, dia pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum hari wafatnya,“Aku memiliki beberapa saudara dan teman di antara kalian. Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Allah dari memiliki kekasih (khalil) di antara kalian. Dan sesungguhnya Allah telah menjadikan diriku sebagai kekasih sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih (khalil). Seandainya aku boleh mengambil kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Dan ketahuilah, (sesungguhnya) orang-orang sebelum kalian telah memperlakukan kubur para nabi mereka dan orang-orang shalih di antara mereka sebagaimana masjid. Janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kalian melakukan hal itu[5]

Takut Pada Syirik
Jika kita perhatikan keadaan kaum muslimin di sekitar kita, masih banyak di antara mereka yang kurang perhatian terhadap ilmu tauhid, bahkan meremehkannya dengan mengatakan “Buat apa kita belajar tauhid terus, kaum muslimin saat ini sudah bertauhid. Mereka lebih membutuhkan ilmu politik islam dan akhlak.” Padahal kekasih Allah, Nabi Ibrahim, masih berdoa kepada Allah untuk dijauhkan dari kesyirikan. Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya) “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.”( QS. Ibrahim 35). Maka bagaimanakah lagi dengan kita, apakah kita mau mengatakan tauhid kita lebih baik dari Nabi Ibrahim?!
Banyak kaum muslimin menyembah orang-orang yang mereka anggap shalih, yaitu dengan menyembah kuburannya, patungnya, berdo’a disisinya, mencari barokah di sisi kuburnya dan bentuk ibadah yang lainnya. Padahal ibadah merupakan perkara yang hanya boleh ditujukkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Kalau hal ini diajarkan syari’at, tentu para sahabat akan lebih dahulu melakukannya, yaitu kepada makhluk yang paling shalih, Rasulullah shollahllahu ‘alaihi wasallam. Namun kenyataannya tidak ditemukan satu pun riwayat yang shahih yang menunjukkan hal tersebut. Lantas siapakah yang akan kita ikuti, jika kaum yang diridhai oleh Allah saja (yaitu para sahabat) tidak melakukannya?

Di Manakah Akal Sehat?
Jika kita masih menggunakan akal sehat kita, maka kita akan menyadari bahwa mereka yang menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala, telah melakukan perbuatan yang ditolak oleh akalnya sendiri. Allah subhanahuwata’ala berfirman (yang artinya) “Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan) berhada-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala itu sendiri adalah makhluk yang diciptakan. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiri pun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.[6] Pada ayat yang mulia ini, Allah subhanahuwata’ala menunjukkan kelemahan-kelemahan sesembahan yang disembah selain Allah. Pertama, sesembahan tersebut tidak mampu mencipta sebagaimana Allah subhanahuwata’ala mencipta. Maka seandainya ada sesuatu yang dapat mencipta sebagaimana Allah mencipta maka niscaya sesuatu tersebut layak untuk disembah. Namun pada kenyataannya hal tersebut mustahil ada. Karena hanya Allah yang maha Pencipta dan tidak ada yang semisal dengan-Nya. Kedua, sesembahan tersebut merupakan makhluk yang diciptakan. Akal tentu menetapkan bahwa yang mencipta pasti lebih layak disembah daripada yang diciptakan, karena yang mencipta pasti lebih kuasa dari yang dicipta. Dan hanya Allah yang bersifat Maha Pencipta segala sesuatu. Ketiga, sesembahan tersebut tidak mampu menolong orang yang menyembahnya. Dan yang keempat, bahkan sesembahan tersebut tidak mampu untuk menolong diri mereka sendiri. Maka untuk apa kita menyembah sesuatu yang lemah dan tidak kuasa untuk menghilangkan kemudharatan sedikit pun bahkan untuk dirinya sendiri.
Kita berdo’a kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar dijauhkan dari perbuatan-perbuatan kesyirikan dan memberikan kita taufiq untuk dapat mempelajari tauhid dan mengamalkannya.
Penulis: Abu Kabsyah Ndaru
Artikel www.muslim.or.id

[1] Lihat At-Tamhid halaman 238, cetakan Darut Tauhid. Ditulis oleh Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu asy-Syaikh [2] Lihat Mutiara Faedah Kitab Tauhid hal 119 – 120
[3] HR Bukhari 5/382 no.4920
[4] HR Nasa’i dalam sunannya no.  3057. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam silsilah hadits shahihah 5/177
[5] HR Muslim no. 532 dan Abu ‘Awanah 1/401
[6] QS. Al A’raaf : 191-192

APRIL MOP BUDAYA JAHILIYAH

April Mop, Budaya Jahiliyah


Prolog :
April Mop, dikenal dengan “April Fools’ Day” dalam bahasa Inggris, diperingati setiap tanggal 1 April setiap tahun. Pada hari ini, orang dianggap boleh berbohong atau memberi lelucon kepada orang lain tanpa dianggap bersalah. Hari ini ditandai dengan tipu-menipu dan lelucon lainnya terhadap teman dan tetangga, dengan tujuan mempermalukan mereka-mereka yang mudah ditipu. Di beberapa negara, lelucon hanya boleh dilakukan sebelum siang hari. (April Fool’s Day BBC)
Ironinya budaya ini pun diikuti oleh sebagian kaum muslimin dengan latahnya. Untuk itulah, saya menurunkan ulasan dari seorang ahli hadits terkenal, DR. Âshim al-Qaryûtî, murid ahli hadits zaman ini, Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî. DR. ‘Âshim dikenal sebagai seorang peneliti dan pembahas ulung, yang biasa berkutat di manuskrip-manuskrip dan naskah kuno peninggalan ulama salaf. Bahkan beliau lah yang ditugasi untuk merawat dan merestorasi manuskrip-manuskrip di Perpustakaan Universitas Islam Madinah. (Abu Salma)

Fadhîlah asy-Syaikh, DR. ‘Âshim al-Qaryûtî hafizhahullâhu berkata :
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على نبيه الصادق الأمين إمام المتقين وبعد
Segala puji hanyalah milik Alloh Pemelihara semesta alam. Sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi-Nya yang Jujur lagi tepercaya, penghulu hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Wa ba’d :
Sesungguhnya dusta/bohong itu merupakan penyakit besar, karena bohong termasuk dosa yang paling buruk dan cela (aib) yang paling jelek. Dusta juga dijadikan sebagai indikasi dan tanda-tanda kemunafikan dan pelakunya dianggap jauh dari keimanan. Rasulullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam sendiri adalah orang yang paling benci dengan kedustaan. Dusta dan iman tidak akan pernah bersatu kecuali salah satunya pasti mendepak yang lainnya. Dusta itu menimbulkan keraguan dan kerusakan bagi pelakunya.
Sesungguhnya, menyerupai orang kafir (tasyabbuh bil kufroh) itu dilarang di agama kita, bahkan kita diperintahkan untuk menyelisihi orang kafir. Karena sesungguhnya menyerupai mereka walaupun hanya sekedar lahiriyah saja, namun ada kaitannya dengan batiniyah. Sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalil al-Qur`ân dan sunnah nabawiyah. Cukuplah kiranya bagi kita sabda Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam :
ألا إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله، ألا وهي القلب
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging, yang apabila segumpal daging itu baik maka baiklah seluruh jasadnya, dan apabila buruk maka buruklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.
Dan bahaya yang paling besar di dalam menyerupai orang kafir itu adalah, apabila perkaranya berkaitan dengan urusan i’tiqâdî (keyakinan).
Ritual “April Mop” merupakan bentuk taklid buta. Betapa sering kita melihat dan mendengar ritual bohong ini berimplikasi buruk, menimbulkan rasa dengki, dendam, saling memutus sillaturrahim dan saling membelakangi diantara manusia. Betapa sering ritual bohong ini menyebabkan terjadinya keretakan ukhuwah (persaudaraan) dan percekcokan di dalam keluarga. Betapa sering hal ini membuahkan keburukan dan menyebabkan kerugian baik materil maupun moril, dan lain sebagainya. Dan ini semua disebabkan oleh taklid, membebek kepada kebiasaan kuno mayoritas bangsa Eropa.
Adapun bulan April merupakan bulan keempat dari tahun masehi (gregorian). April sendiri asalnya merupakan derivasi kata dari bahasa Latin “Aprilis” di dalam sistem kalenderisasi Romawi kuno. Bisa juga merupakan derivat kata dari predikat (kata kerja) bahasa Latin “Arerire” yang berarti “membuka” (fataha), yang menunjukkan permulaan musim semi, ketika kuntum bunga bermunculan dan bunga-bunga bermekaran.
Bulan April merupakan permulaan tahun yang menggantikan bulan Januari (Kânûn ats-Tsânî, bahasa Suryani, pent.) di Perancis. Pada Tahun 1654, Raja Perancis, Charles VII memerintahkan untuk merubah awal tahun menjadi bulan Januari menggantikan bulan April. Adapula penjelasan lain yang mengembalikan sebagian (kalenderisasi) kepada Greek (Yunani), sebab bulan April adalah permulaan musim semi. Bangsa Romawi mengkhususkan hari pertama bulan April untuk merayakan hari “Venus”, yang merupakan simbol kasih sayang, keindahan, kesenangan, riang tawa dan kebahagiaan. Para janda dan gadis-gadis berkerumun di Roma tepatnya di kuil Venus, mereka menyingkapkan kekurangan (cacat) fisik dan mental mereka, berdoa kepada dewi Venus supaya menutup cacat ini dari pandangan pasangan mereka.
Adapun bangsa Saxon, mereka merayakan di bulan ini untuk memperingati dewa-dewa mereka, hari “Easter” (Paskah), yang merupakan salah satu dewa kuno, nama yang sekarang dikenal sebagai festival paskah menurut kaum kristiani di dalam bahasa Inggris.
Setelah ulasan di atas, jelaslah bagi kita bahwa bulan April ini memiliki urgensi yang spesial di tengah-tengah bangsa Eropa kuno.
Belum diketahui asal muasal ritual kebohongan ini (April Mop) secara khusus dan ada beberapa versi pendapat tentangnya. Sebagiannya berpendapat bahwa ritual ini berkembang beserta dengan perayaan muslim semi, yang dirayakan siang malam pada tangga 21 Maret.
Sebagian lagi berpandangan bahwa bid’ah ini bermula di Perancis pada tahun 1564, setelah pewajiban kalenderisasi baru –sebagaimana telah berlalu penjelasannya-, ada seseorang yang menolak kalenderisasi baru ini, maka pada hari pertama bulan April, dia menjadi korban sejumlah orang yang mempermalukan dirinya dan mencemoohnya sehingga jadilah hari ini sebagai waktu untuk mengolok-olok orang lain.
Sebagian lagi berpendapat bahwa bid’ah ini meluas hingga ke zaman kuno dan perayaan paganis, disebabkan korelasinya yang erat dengan historinya yang spesifik pada permulaan musim semi, yaitu merupakan peninggalan ritual paganis yang tersisa. Ada juga yang mengatakan bahwa berburu (menangkap ikan) di sebagian negeri akan mendapatkan jumlah yang sedikit di permulaan hari penangkapan pada sebagian besar waktu. Dan inilah yang menjadi landasan rituan kebohongan yang terjadi pada awal bulan April.
Masyarakat Inggris memberikan nama pada hari awal bulan April sebagai hari untuk semua canda tawa dan lelucon, “All Fools Day”. Mereka mengisinya dengan perbuatan bohong yang terkadang dikira benar oleh orang yang mendengarnya, sehingga ia menjadi korban/obyek cemoohan.
Ritual April Mop ini, disebutkan pertama kali ke dalam bahasa Inggris di Majalah “Drakes Newsletter” yang diterbitkan pada hari kedua bulan April tahun 1698 M. Majalah ini menyebutkan bahwa sejumlah orang menerima undangan untuk menghadiri proses ‘bilasan hitam’ di tower London pada pagi hari awal bulan April.
Diantara kejadian populer yang pernah terjadi di Eropa pada awal April adalah surat kabar berbahasa Inggris “Night Star” pada tanggal 31 Maret 1864 mengumumkan bahwa besok –awal April- akan diadakan pelepasan keledai massal di lahan pertanian kota Aslington Inggris, maka orang-orang pun berbondong-bondong datang untuk menyaksikan hewan tersebut dan dan berkerumun sembari berbaris menunggu. Setelah menunggu cukup lama, mereka pun bertanya kapan waktu dilepaskannya keledai-keledai tersebut, dan mereka tidak mendapati apa-apa. Akhirnya mereka pun sadar bahwa mereka (telah terkecoh) datang dengan bergerombol dan berkerumun seakan-akan mereka inilah keledainya!!!
Apabila Anda terheran-heran, maka lebih mengherankan lagi apa yang diduga oleh sebagian orang tentang kebohongan ini ketika mereka terkecoh, dengan serta merta mereka berteriak, “april mop”! Seakan-akan mereka menghalalkan kebohongan, wal’iyâdzu billâh. Kami mengetahui bahwa kedustaan itu tidak boleh walaupun hanya untuk bercanda. Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
ويل للذي يحدث بالحديث ليضحك به القوم فيكذب، ويل له، ويل له
“Celakah orang yang bercerita untuk membuat suatu kaum tertawa namun ia berdusta, celaka dirinya dan celaka dirinya.”
Memang, telah tetap (hadits-hadits yang menjelaskan) bahwa Rasulullâh Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam pernah bercanda, akan tetapi beliau tidak pernah berkata di dalam candanya melainkan kebenaran. Canda Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam ini, di dalamnya terdapat nilai kebaikan bagi jiwa para sahabatnya, menguatkan rasa cinta, menambah persatuan, dan meningkatkan semangat dan kekuatan. Yang menunjukkan hal ini adalah sabda beliau Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam :
والذي نفسي بيده لو تداومون على ما تكونون عندي من الذكر لصافحتكم الملائكة على فرشكم وفي طرقكم، ولكن يا حنظلة ساعة وساعة
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya kalian selalu berada dalam kondisi sebagaimana ketika berada di sisiku dan terus-menerus sibuk dengan dzikir niscaya para malaikat pun akan menyalami kalian di atas tempat pembaringan dan di jalan-jalan kalian. Namun, wahai Hanzhalah. Ada kalanya begini, dan ada kalanya begitu.” Beliau mengucapkan sebanyak tiga kali.
Perlu dicatat, bahwa kebanyakan bercanda itu dapat merusak murû`ah (kewibawaan) seseorang dan merendahkan dirinya, walaupun meninggalkan semua bentuk canda menyebabkan kepahitan (hidup) dan jauh dari sunnah dan sirah nabawiyah. Sebaik-baik urusan adalah yang pertengahan. Di antara keburukan banyak bercanda adalah melalaikan dari mengingat Allah, menyebabkan hati menjadi keras, membawa sikap dendam dan hilangnya kasih sayang. Bercanda menyebabkan banyak tertawa sehingga dapat mengeraskan hati. Secara umum, bercanda itu sepatutnya tidak dilakukan secara terus menerus dan menjadi kebiasaan. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam. Demikianlah akhir dari seruan kami, segala pujian hanyalah milik Allah Rabb semesta alam.
Sumber : http://kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=3819
Penerjemah: Abu Salma
Artikel www.abusalma.net, dipublish ulang oleh www.muslim.or.id

Jumat, 01 April 2011

SENYUM.... YUUUUUUUUUUUK............................

Apa yang Menghalangimu untuk Tersenyum???
Apa yang menghalangimu untuk tersenyum saat engkau bertemu dengan orang lain?  padahal ia sangat mudah bagimu,dan engkau pun  mengetahui bahwa tersenyum kepada saudaramu adalah sedekah.sebagaimana Rasulullah bersabda “senyummu kepada saudaramu adalah sedekah”.

Juga engkau mengetahui bahwa tersenyum tidak membutuhkan biaya darimu,bahkan tidak membutuhkan tenaga dari kekuatanmu, ia hanya menggunakan beberapa otot di wajahmu…

Saudaraku…
Senyummu kepada saudaramu adalah kesejukan,seperti kesejukan embung membasahi dedaunan,senyummu adalah obat penawar bagi hati-hati yang bersedih, pemberi semangat bagi jiwa-jiwa yang lesu,jangan engkau  memandang enteng  amal ini

Saudaraku…
Cobalah renungkan, andai  anda berada di tempat yang asing, tidak ada keluarga dan sanak famili, tidak ada kenalan dan sahabat, tidak ada seorangpun yang bisa tersenyum dan menyapa padamu…bagaimana perasaan mu saat itu?

Atau di saat anda dalam keadaan bersedih, atau sakit…lalu semua orang malah cemberut padamu?bagaimana perasaanmu saat itu?tentu engkau akan merasa semakin sedih dan semakin sakit, padahal obat dari dokter tidak pernah kurang, buah-buah  dan makanan   lainnya  selalu terhidang dikamarmu …lalu apa yang engkau harapkan ???diantara yang anda harapkan adalah senyuman

Wahai saudaraku tercinta…
Jika anda seorang Ayah atau Ibu,maka hadiah pertama yang engkau berikan saat anak anda membuka matanya saat ia terbangun dari tidurnya adalah senyuman manis,kemudian ucapkan selamat dan syukur kepadanya seraya menuntunnya untuk membaca doa bangun tidur, sedekahkanlah senyum padanya sebelum anda mensedekahkan segelas susu untuknya, dan ini akan menjadi hadiah terindah untuknya sebelum hadiah yang lainnya.

Jadikanlah senyum ini sebagai hiasan di setiap sudut dan ruangan dalam ruas-ruas waktu anda

Jika anda adalah suami bagi istrinya,maka jangan anda kikir kepadanya.bahkan tersenyum kadang menjadi barang yang sangat langkah,sampai kadang istri harus menunggu dalam waktu yang lama untuk mendapatkan senyummu.

Wahai saudaraku…
Bukankah engkau telah mengetahuinya bahwa setiap hari istrimu harus bangun sebelum anda dan anak-anak anda terbangun?dia harus mempersiapkan segalanya dalam waktu yang bersamaan.Menyiapkan sarapan,pakaian dan membersihkan rumah.Dia melakukannya sendiri karna mungkin anak-anaknya masih kecil-kecil dan banyak…belum berhenti sampai di sini, karna dia harus mengantar anak-anaknya pergi sekolah berjalan kaki, dia kembali sesudah itu dengan setumpuk pekerjaan di rumahnya,memasak,mencuci,menyetrika dan lain-lain.
Lalu dimana anda saat itu?

Saudaraku, jika dalam segenap kepenatannya engkau datang dan tersenyum padanya, rasanya semua kelelahan seharian bekerja itu akan hilang seketika, karena senyummu untuknya seperti air segar yang mengguyur tenggorokannya dan segera memberi kesegaran dalam seluruh tubuhnya. Semangatnya bangkit kembali, seakan tak terasa beban-beban dalam hidupnya walau sebenarnya ia harus peras keringat dan banting tulang.

Saudariku…
Jika anda seorang Istri maka kado termahal untuk suami anda adalah senyumanmu…

Suami anda akan keluar rumah dengan harap-harap cemas kemana ia harus mencari rezeki untuk anak-anaknya.diluar beliau akan bertgelut dengan kemacetan,kekerasan dan persaingan,ditempat kerja ia harus bertahan dengan segala omelan atasan.atau pusing dengan ulah karyawan atau bawahan…bingun denga 1001 masalah yang dihadapinya…

Wahai saudariku...
Maka jika ia pulang jadikan rumahmu seperti sorga baginya….jadikan senyummu sebagi hiburan untuknya…jadikan  ia senang memandangmu dengan senyummu yang manis, bahkan engkau mampu membuatnya tersenyum karena kecantikan wajahmu, kebersihan pakaianmu dan kepintaramu berhias di hadapannya….senyummu mampu menghilangkan segala kegundahan dan kegalauan berfikirnya, jika engkau tersenyum padanya berarti engkau telah bersedekah sebelum engkau menyedekahklan yang lainya untuk suamimu…..

Saudaraku…apa yang menghalangimu….???
Jika anda seorang anak maka pandai pandailah berterima kasih kepada kedua orang tuamu

Berikan apa yang merupakan haknya, berikan cinta sepenuh hati untuk keduanya,jangan engkau menelantarkannya karena ia termasuk dosa besar..jangan menghardiknya dan membantahnya..dan berlemah lembutlah kepadanya…jadikanlah senyum sebagai hiasan wajahmu saat keduanya memandang wajahmu atau engakau memandang wajah keduanya…

Wahai saudaraku…
Saat  engkau berada dalam kandungannya, ibumu selalu tersenyum padamu walau engkau tidak mengetahuinya, berbicara padamu walau engkau tidak mendengarkannya, bahkan keduanya telah menyiapkan nama untukmu walau ia belum mengetahui jenis kelaminmu…

Bajumu, ayunanmu, ranjang kecil lengkap dengan kelambu dan bantal-bantalnya telah siap menunggu kelahiranmu….

Saudaraku….di saat lahirmu…ibumu tersenyum dalam rasa sakitnya yang mendalam….

Iya tersenyum  bahagia dengan kehadiranmu, beribu kali ia harus mengucap syukur dengan keselamatamu…..

Saudaraku….
Saya tidak dapat menulis setiap senyum kedua orang tuamu dalam setiap tahapan usiamu…karena saya tidak mampu menulis semuanya. Saya kira engkau pasti sudah mengetahuinya apa lagi bagi anda yang sudah menjadi orang tua terhadap anak-anaknya hari ini.
Apa yang kutuliskan untukmu kali ini  hanyalah sebagian kecil saja dari apa yang seharusnya tertulis.

Saudaraku…
Jika anda seorang tetangga, mana senyum untuk tetanggamu
Jika anda seorang guru,mana senyum untuk murid-muridmu
Jika anda seorang murid, mana senyum untuk gurumu
Jika anda seorang direktur, mana senyum untuk karyawanmu
Jika anda seorang  Da’i,mana senyum untuk mad’u anda
Jika anda seorang dokter,mana senyum untuk  pasien anda
Jadi apa yang menghalangimu untuk tersenyum???

Saudaraku…
Tersenyumlah  sebelum datang saatnya anda ingin selalu tersenyum tapi anda sudah tidak bisa melakukannya.Semoga bermanfaat untuk keluarga besarku dan semua saudaraku

(Catatan:Tersenyum itu lebih gampang ketimbang cemberut, karena otot yang digunakan untuk tersenyum lebih sedikit daripada cemberut, Seperti dikutip dari Howstuffworks (4/12/2010):beberapa ahli menyatakan dibutuhkan 43 otot untuk cemberut  dan hanya 17 otot untuk tersenyum.Subhanalloh)

(From:Jakarta, abu_abdillah3166@yahoo.com)


COPY -  PASTE DARI : http://www.wahdah.or.id

KENDUREN DAN BANCAKAN

TAHLILAN
Menurut Ulama Empat Mazhab

Hakekat penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Subhaanahu Wata’ala. Karena itu, Allah Subhaanahu Wata’ala menurunkan kitab-Nya dan mengutus  rasul-Nya untuk mengajarkan kepada manusia cara beribadah kepada Allah Subhaanahu Wata’ala.

Kenyataannya, masih banyak ritual yang dilakukan oleh umat Islam, khususnya di Indonesia yang tidak jelas asal usulnya dalam agama, tapi justru seakan-akan hukumnya menjadi wajib, tahlilan misalnya. Ritual ini, seakan sudah mengurat daging dan menjadi kelaziman yang mengikat masyarakat tatkala tertimpa musibah kematian. Tak heran, sangat jarang keluarga yang tidak menyelenggarakan ritual ini karena takut diasingkan masyarakatnya. Katanya pula, ritual ini adalah ciri khas penganut mazhab Syafi’i.

Benarkah demikian? Lalu bagaimana pandangan ulama mazhab lain menyikapi tahlilan?
Tahlilan adalah acara yang diselenggarakan ketika salah seorang anggota keluarga meninggal dunia. Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai, seluruh keluarga, serta masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga mayit untuk membaca beberapa ayat al Qur’an, zikir, berikut doa-doa yang ditujukan kepada mayit. Karena dari sekian zikir yang dibaca terdapat kalimat tahlil (laa ilaaha illalloh) yang diulang-ulang ratusan kali, maka acara tersebut dikenal dengan istilah “tahlilan”.

Masyarakat Sulawesi pada umumnya, melaksanakan tahlilan ini sejak malam pertama, ketiga, ketujuh, kesepuluh, kedua puluh, dan seterusnya hingga malam ke seratus. Pada acara tersebut, keluarga mayit menyajikan makanan dan minuman bagi para pelayat.

Mengapa Tahlilan Disorot?
Dari Jarir bin Abdullah al Bajali Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata
كُنَّا نَرَى الاِجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيْعَةَ الطَّعَامِ مِنَ النِّيَاحَةِ

“Kami (para sahabat) berpendapat bahwa berkumpul-kumpul pada keluarga orang meninggal dan membuat makanan (untuk disajikan ke pelayat) termasuk niyahah (meratapi jenazah yang terlarang).” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dinyatakan shahih oleh Syaikh al Albani).

Syaikh al Albani menjelaskan, “Lafal hadits (كُنَّانَرَى) (kami berpendapat) ini kedudukannya sama dengan meriwayatkan ijma’ (kesepakatan) para sahabat atau taqrir (persetujuan) Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jika ini adalah taqrir Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka artinya, hadits ini marfu’ hukman (jalur periwayatannya sampai kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam). Bagaimana pun juga, hadits ini dapat dijadikan hujjah.” (Lihat Shahih Ibnu Majah, 2/48).

Ijma’ para sahabat menjadi dasar hukum Islam yang ketiga setelah al-Qur’an dan Sunnah. Ini merupakan kesepakatan para ulama Islam seluruhnya.

Riwayat lain, dari Abdullah bin Ja’far, beliau berkata, “Ketika sampai kabar gugurnya Ja’far, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ


“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena telah datang kepada mereka urusan yang menyibukkan.” (HR. Ahmad, asy-Syafi’i, dan selainnya, dihasankan oleh Syaikh al Albani).

Apa yang kita saksikan di masyarakat kita, ternyata sangat berbeda dengan apa yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau memerintahkan untuk membuat makanan, tapi bukan untuk para pelayat. Sebaliknya, keluarga yang sedang dirundung dukalah yang lebih berhak untuk dilayani.

Dari Ibn Abi Syaibah, beliau berkata,

قَدِمَ جَرِيْرٌ عَلَى عُمَرَ فَقَالَ : هَلْ يُـنَاحُ فَبْلَكُمْ عَلَى الْمَيِّتِ ؟ قَالَ : لاَ، فَهَلْ تَجْتَمِعُ النِّسَاءُ عِنْدَكُمْ عَلَى الْمَيِّتِ وَ يُطْعِمُ الطَّعَامَ ؟ قَالَ : نََعَمْ، فَقَالَ : تِلْكَ النِّيَاحَةُ

“Jarir mendatangi Umar, lalu Umar berkata, “Apakah kamu sekalian suka meratapi janazah?” Jarir menjawab, ”Tidak.” Umar berkata, “Apakah ada di antara wanita-wanita kalian, suka berkumpul di rumah keluarga jenazah dan memakan hidangannya?” Jarir menjawab, “Ya.” Umar berkata, “Hal demikan itu adalah sama dengan niyahah (meratap).”

Ulama Mazhab Menyikapi Selamatan Kematian
1.    Mazhab Syafi’i
Saudara-saudara kita yang melaksanakan tahlilan pada umumnya berdalih, tahlilan adalah ciri khas penganut mazhab Syafi’i.
Namun apa kata Imam Syafi’i sendiri tentang hal ini? Beliau berkata dalam kitabnya al Umm, 1/318),

“Dan saya membenci berkumpul-kumpul (dalam musibah kematian) sekalipun tanpa diiringi tangisan, karena hal itu akan memperbarui kesedihan dan memberatkan tanggungan (keluarga mayit) serta berdasarkan atsar (hadits) yang telah lalu.”

Perkataan beliau  di atas sangat jelas dan tak bisa ditakwil atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain, kecuali bahwa beliau dengan tegas melarang berkumpul-kumpul di rumah duka. Ini sekadar berkumpul, bagaimana pula jika disertai dengan tahlilan malam pertama, ketiga, ketujuh, dan seterusnya yang tak seorang pun sahabat pernah melakukannya?

Imam Syafi’i juga berkata, “Dan saya menyukai agar para tetangga mayit beserta kerabatnya untuk membuatkan makanan yang mengenyangkan bagi keluarga mayit di hari dan malam kematian. Karena hal tersebut termasuk sunnah dan amalan baik para generasi mulia sebelum dan sesudah kita.” (Al Umm,1/317).

Imam Nawawi—rahimahullah—berkata, “Dan adapun duduk-duduk ketika melayat maka hal ini dibenci oleh Syafi’i, pengarang kitab ini (As-Sirozi) dan seluruh kawan-kawan kami (ulama-ulama mazhab Syafi’i). (Majmu’ Syarh Muhadzdzab, 5/278).

Imam Nawawi juga menukil dalam al Majmu’ (5/290) perkataan pengarang kitab asy-Syamil, “Adapun apabila keluarga mayit membuatkan makanan dan mengundang manusia untuk makan-makan, maka hal itu tidaklah dinukil sedikit pun (dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) bahkan termasuk bid’ah (hal yang diada-adakan dalam agama), bukan sunnah.”

2.    Mazhab Maliki
Imam at-Thurthusi berkata dalam kitab al Hawadits wa al Bida’ hal. 170-171, “Tidak apa-apa seorang memberikan makanan kepada keluarga mayit. Tetangga dekat maupun jauh. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tatkala mendengar kabar wafatnya Ja’far, beliau bersabda, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena telah datang kepada mereka urusan yang menyibukkan.”
Makanan seperti ini sangat dianjurkan oleh mayoritas ulama karena hal tersebut merupakan perbuatan baik kepada keluarga dan tetangga. Adapun bila keluarga mayit yang membuatkan makanan dan mengundang manusia untuk makan-makan, maka tidak dinukil dari para salaf sedikit pun. Bahkan menurutku, hal itu termasuk bid’ah tercela. Dalam masalah ini, Syafi’i sependapat dengan kami (mazhab Maliki).”

3.    Mazhab Hanafi
Al Allamah Ibnu Humam berkata dalam Syarh Hidayah hal. 1/473, tentang kumpul-kumpul seperti ini, “Bid’ah yang buruk.”

4.    Mazhab Hanbali
Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya al Mughni 1/496, “Adapun keluarga mayit membuatkan makanan untuk manusia, maka hal tersebut dibenci karena akan menambah musibah mereka dan menyibukkan mereka serta menyerupai perilaku orang-orang jahiliyah.”
Dan inilah mazhab Hanbaliyah sebagaimana tersebut dalam kitab al Inshof, 2/565 oleh al Mardawaih.

Inilah di antara perkataan para ulama mazhab menyikapi tahlilan. Ternyata, selain menguras tidak sedikit harta benda kita—bahkan ada yang sampai berhutang untuk menyelenggarakan tahlilan—juga tidak bernilai ibadah di sisi Allah Subhaanahu Wata’ala bahkan dia adalah bid’ah yang dicela oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabatnya, dan ulama seluruh mazhab.
Sejatinya, seorang muslim setelah mengetahui hukum sesuatu, maka dia akan berkata seperti perkataan orang-orang mukmin yang diabadikan dalam al Qur’an, “Kami mendengar, dan kami patuh.” (QS. An-Nur: 51).

Dan jangan sampai, justru ucapan kita sebagaimana pernyataan orang-orang musyrik yang juga diabadikan dalam al Qur’an, ketika diseru untuk mengikuti apa yang diturunkan Allah Azza Wajalla, mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.”

Maka Allah Azza Wajalla berkata kepada mereka, “(Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al Baqarah: 170). Wallahul Haadi ilaa ath-thoriq al Mustaqim.
Bahan bacaan: Al Furqon, 12/II/1424, dan sumber-sumber lainnya. (Al Fikrah)

COPY-PASTE DARI : http://www.wahdah.or.id

ALLAH MAHA ESA

Berapa Ilah yang Kamu Ibadahi?

Bismillah… Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rosulillah…, para sahabat, dan mereka yang mengikutinya dengan baik hingga hari kiamah…

Pada masa awal Islam, Kafir Quraisy berusaha menjauhkan Nabi -shollallohu alaihi wasallam- dari agamanya.
Itu mereka lakukan, karena dakwah Nabi -shollallohu alaihi wasallam- menyeru kepada tauhid… yakni mengesakan Alloh ta’ala…  baik dalam hal rububiyah, uluhiyah, maupun dalam hal nama dan sifat-Nya… Hal ini sangat bertentangan dengan agama nenek moyang mereka yang penuh dengan kesyirikan…
Mereka menyembah banyak tuhan, sebagaimana firman Alloh (yang artinya) “Mereka menyembah selain Alloh, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana ataupun memberi manfaat kepada mereka… Mereka berkata: ‘Para sesembahan itu adalah pemberi syafaat kami di hadapan Alloh’”. (Yunus:18)…
Dalam ayat lain dikatakan: “Pantaskah kalian (para musyrikin) menganggap (sesembahan) Al-Lata, Al-Uzza, dan yang ketiga Al-Manat (sebagai anak perempuan Alloh)?!… Pantaskah untuk kalian anak laki-laki, sedang untuk-Nya anak perempuan?!.. Sungguh itu pembagian yang tidak adil” (An-Najm:19-22) (lihat tafsir Ibnu katsir jilid 7, hal 458)
Keadaan Kafir Quraisy tidak jauh beda dengan Kaum Nuh yang diceritakan dalam Alqur’an: “Mereka (Kaum Nuh) berkata: ‘Jangan sampai kalian meninggalkan tuhan-tuhan kalian… Jangan sampai kalian meninggalkan (penyembahan terhadap) Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr!” (Nuh: 23)…  Ibnu Abbas menafsiri ayat ini dengan perkataannya: “Ini adalah deretan nama para sholihin dari Kaum Nuh… Ketika mereka wafat, setan membisikkan kepada para pengikutnya, agar membuat patung yang mirip mereka untuk ditempatkan di majlis tempat mereka berkumpul dan menamainya dengan nama-nama mereka… Lalu mereka pun menuruti bisikan itu… Memang pada mulanya patung itu tidak disembah… hingga ketika generasi pembuat patung itu mati dan ilmu dilalaikan, akhirnya patung-patung itu disembah” (Lihat Shohih Bukhori, hadits no:4920)… Perhatikanlah, betapa liciknya setan menggiring manusia kepada perbuatan syirik… dimulai dari kecintaan kepada para sholihin, tapi karena berlebihan, akhirnya berujung pada kesyirikan… semoga Alloh menghindarkan kita dari godaannya, amin…
Memang dulu Kafir Quraisy menyembah banyak patung yang diserupakan seperti para sholihin… mereka anggap itu jalan mendekatkan diri kepada Alloh… mereka melakukan berbagai ritual ibadah untuk para patungnya… seperti: menyembelih, mengajukan permohonan (do’a), thowaf, dan menangis untuk mereka… itu mereka lakukan agar sesembahan itu bisa memberi syafaat kepada mereka di sisi Alloh, mereka katakan: “Kami tidak menyembah mereka, melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya” (sebagaimana diceritakan dalam Alqur’an, surat Azzumar:3). Karena itu Alloh menyebut mereka musyrik… meski mereka meyakini Alloh itu sang pencipta dan pemberi rizki… maka apa beda mereka dengan orang di era ini yang taqorrub (mendekatkan diri) kepada mayit di kuburnya, dan berharap agar mereka sudi memberikan syafaatnya di sisi Alloh?!… Apa bedanya orang yang taqorrub kepada benda di atas tanah, dengan mereka yang taqorrub dengan benda di bawah tanah?!!…
Nabi -shollallohu alaihi wasallam- pernah bertanya kepada Mu’adz: “Wahai Mu’adz, tahukah kamu hak Alloh dari para hambanya… dan hak mereka dari Alloh?”. Ia menjawab: “Alloh dan Rosul-Nya lebih tahu”. Beliau pun menimpali: “Hak Alloh dari para hamba, adalah dengan mereka menyembah-Nya dan tidak berbuat syirik pada-Nya… sedang hak mereka dari Alloh, adalah dengan tidak menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya…” (HR. Bukhori Muslim)
Nabi -shollallohu alaihi wasallam- pernah ditanya: “Apa dosa yang paling besar di sisi Alloh?”. Beliau menjawab: “Dosa berbuat syirik pada-Nya, padahal (hanya) Dia yang menciptakanmu…” (HR. Bukhori Muslim)
Syirik adalah dosa yang paling besar, dan Alloh selamanya tidak akan mengampuninya… (Alloh berfirman yang artinya) “Sungguh, Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni dosa selainnya” (An-Nisa:48).
Surga diharamkan atas para musyrikin… dan mereka akan kekal di Neraka… (Alloh berfirman yang artinya) “Sungguh, orang yang berbuat syirik pada Alloh, maka Dia benar-benar mengharamkan surga baginya, dan tempatnya adalah neraka” (Al-Ma’idah: 72)…
Barangsiapa berbuat syirik, maka semua amal ibadahnya -dari sholat, puasa, jihad dan sedekah- akan luntur… (Alloh berfirman yang artinya) “Sungguh, jika engkau berbuat syirik, niscaya lunturlah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi” (Az-Zumar:65)…
Begitu pula diharamkan sholat di kuburan, bahkan (haram pula sholat) di masjid yang dibangun di atas kuburan…
Diharamkan juga taqorrub kepada Alloh dengan baca qur’an di kuburan atau membayar orang untuk membaca di sana… Tapi hendaklah ia mendoakan mayit saja…
Demikian pula Tawasul dengan kedudukan Nabi -shollallohu alaihi wasallam- haram hukumnya, jangan sampai kita mengatakan: “Ya Alloh aku memohon kepada-Mu dengan kedudukan Nabi-Mu”, atau “dengan kedudukan si fulan dan si fulan”…
Jika kita bertawasul, Hendaklah dengan tawasul yang dibolehkan, seperti:
  1. Tawasul dengan nama dan sifat Alloh, misalnya: “Ya Alloh, yang maha pemberi rahmat… curahkanlah rahmat-Mu padaku…”
  2. Tawasul dengan iman dan amal sholeh lainnya, misalnya: “Ya Alloh, Ampunilah dosaku, dengan iman dan amal sholatku…”
  3. Tawasul dengan doa para sholihin yang masih hidup, dengan meminta agar mereka mau mendoakan, karena doa seorang muslim kepada saudaranya (sesama muslim) itu mustajab… adapun meminta doa kepada mayit, haram hukumnya…
Ada berbagai macam bentuk kesyirikan, diantaranya: Meminta kepada mayit… atau menyembelih… atau ber-nadzar untuk ahli kubur, untuk jin, bahkan untuk para wali… atau takut akan datangnya bahaya dan sakit dari mereka…
Tujuan ziarah kubur itu untuk mengambil ibroh dan mendoakan para mayit… Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Ziarahilah kuburan! karena ia bisa mengingatkanmu pada akhirat…” (HR. Muslim, 2034).
Adapun memohon kepada mereka, menyembelih untuk mereka, dan tabarruk dengan mereka, maka itu amalan syirik… baik si mayit itu seorang Nabi ataupun seorang wali… seperti dilakukan sebagian orang jahil -dengan mengajukan permohonan- di makam Husain r.a… di makam Al-Badawi… di makam Al-Jailani… Sungguh mereka semua itu manusia… tidak akan mampu memberi manfaat ataupun madhorot
Bagaimana kita meminta tolong kepada para mayit, sedang mereka itu jasad mati yang tak berkutik… mereka tak mampu merubah keadaannya sendiri… bagaimana kita minta mereka merubah keadaan kita?!…
Kita katakan kepada mereka yang memohon kepada para mayit: “Para mayit itu… yang kalian penuhi makamnya dengan isak-tangis… dan kalian harapkan syafa’atnya… apakah mereka mendengar do’a kalian, ataukah mereka mampu memberi manfaat atau madhorot?! (lihat Surat Asy-Syu’aro: 72-73)… Demi Alloh, mereka tidak mendengar… dan tidak mampu memberi manfaat…
Ironisnya, di era ini tersebar banyak makam keramat nan megah… dan mereka taqorrub kepadanya dengan nadzar… bahkan sebagian mereka melakukan thowaf dan memohon hajat kepadanya…
Di Mesir, ada makam keramat Sayid Husein… Siti Zainab, Aisyah, Sakinah, Nafisah… Makam keramat Imam Syafi’i… Ad-Dasuqi… Asy-Syadzili… Ada juga makam Al-Badawi yang kadang ramainya pengunjung seperti haji… Bahkan di makam Jalaludin Ar-Rumi tercatat: “Kuburan ini cocok untuk penganut tiga agama… Islam, Yahudi dan Kristen…”!! Di Damaskus, ada makam kepala Nabi Yahya a.s. yang letaknya di dalam Masjid Umawi… disampingnya ada makam Sholahuddin Al-Ayubi… dan Imadudin Zanki… Di Turki, ada 481 Masjid Jami’, sebagian besarnya ada kuburan di dalamnya… yang paling terkenal adalah Masjid yang dibangun di atas makam yang katanya milik Abu Ayyub di kota konstantinopel… Di Bagdad, ada 150 Masjid Jami’, sebagian besar ada kuburan di dalamnya… Di Mushil, ada 76 makam di dalam Masjid Jami’… Padahal Rosul -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda: “Laknat Alloh atas kaum yang menjadikan makam para nabi mereka sebagai masjid” (HR. Bukhori Muslim)… Beliau juga melarang umatnya: “Menghias makam, mendudukinya, mendirikan bangunan di atasnya dan menuliskan sesuatu padanya”… Begitu pula para sahabat dan tabi’in sama sekali tidak pernah membangun masjid di atas makam…
Sungguh mengherankan, mengapa banyak orang tertarik dengannya?! Padahal kenyataannya sebagian besar makam-makam itu palsu…
  1. Makam Husein r.a. misalnya, ada di Kota Qohiroh Mesir, di sana banyak orang taqorrub padanya… di Kota Asqolan juga ada makamnya…!! di Kota Madinah, juga ada makamnya…!! di Gunung Jusyan yang berada di Kota Halab juga ada makam kepala Husein…!! di Kota Damaskus Syiria, Kota Hananah Irak, Kota Karbala dan Kota Najaf juga ada makam husein atau kepalanya…!! (lalu mana yang makam aslinya?!)
  2. Makam Ali r.a. yang berada di Kota Najaf Irak itu palsu, karena sebenarnya ia dimakamkan di Kota Kufah, tepatnya di Qoshrul Imaroh…!!
  3. Di Kota Bashroh Irak juga ada makam Abdurrohman bin Auf r.a. padahal ia wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Baqi’…!!
  4. Zainab binti Ali r.a., juga wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Baqi’… tapi ada kuburan palsunya, yang dibangun oleh Syi’ah di Kota Damaskus… ada juga kuburan palsunya di Kota Qohiroh Mesir, padahal ia tidak pernah sekalipun masuk mesir…!!
  5. Di Syam, ada makam kedua putri Nabi -shollallohu alaihi wasallam-, yakni Ummu Kultsum r.a. dan Ruqoyah r.a., padahal sudah jelas keduanya istri Utsman r.a. yang meninggal saat Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- masih hidup dan dimakamkan di Baqi’…
  6. Di Syam juga ada makam Nabi Hud a.s. tepatnya di Masjid Jami’ Damaskus, padahal Nabi Hud tidak pernah masuk daerah itu…!! Ada juga kuburan palsunya di Kota Hadhromaut Yaman…!
  7. Di Yaman, -tepatnya di Kota Hadhromaut- juga ada kuburan palsunya Nabi Sholeh a.s… padahal wafatnya beliau di Hijaz Saudi… ada juga kuburan palsunya di Palestina, tepatnya di Kota Yafa…!!
Kita katakan kepada mereka yang masih bergantung kepada para mayit: “Pernahkah para sahabat mendirikan bangunan di atas makam?!.. Pernahkah mereka berdoa kepada manusia yang mati?!… Pernahkah mereka berhenti di makam Nabi -shollallohu alaihi wasallam- berdoa dan memohon syafa’at kepada beliau?!… Apakah makamnya Ar-Rifa’i, Ad-Dasuqi, Al-Jailani, dan Al-Badawi itu lebih mulia dan lebih agung untuk dijadikan wasilah melebihi kuburan para Nabi?!…
Lihatlah para sahabat pada masa kekhilafahan Umar di Kota Madinah… ketika hujan tak kunjung turun… mereka keluar untuk sholat istisqo (minta hujan)… kemudian Umar mengatakan: “Ya Alloh, dulunya jika kami kekeringan, kami bertawasul dengan do’a Nabi kami, lalu Engkau pun menurunkan hujan kepada kami… dan sekarang kami akan bertawasul kepada-Mu dengan doa paman Nabi kami…” kemudian Umar mengatakan: “Berdirilah wahai Abbas, mintalah kepada Alloh agar menurunkan hujan kepada kami!”… maka berdirilah Abbas dan berdoa… mereka mengamini doanya, lalu turunlah hujan… (HR. Bukhori)
Perhatikanlah kisah di atas… Para sahabat ketika butuh sesuatu, tidak pergi ke makam Nabinya… mereka juga tidak mengatakan: “Wahai Rosululloh! berilah kami syafaat di sisi Alloh”… mereka tidak melakukannya… karena mereka tahu bahwa berdoa kepada mayit itu tidak boleh, meski ia Nabi… akan tetapi mereka mohon hajat langsung kepada Tuhan Pencipta langit dan bumi…
Sungguh merugi… orang susah yang merengek kepada jasad tanpa nyawa… mengharap darinya banyak kemudahan… Adanya para ahli kubur yang berkedudukan tinggi di sisi Alloh, bukan berarti bolehnya kita meminta syafaat kepada mereka… Meski Alloh akan memberi hak syafaat kepada para Nabi dan para Wali, tapi Alloh juga melarang kita berdoa dan mohon kepada mereka… Jika kita menginginkan syafaat dari mereka, mintalah langsung kepada Alloh agar kita mendapatkan syafaat mereka…
Begitu pula dengan bersumpah dengan nama mereka atau ka’bah… atau bersumpah dengan amanah… atau dengan kemuliaan… atau dengan kehidupan si fulan… atau dengan kedudukan Nabi… itu semua tidak boleh… karena sumpah termasuk tindakan mengagungkan, dan itu tidak boleh kecuali untuk Alloh… Rosul -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Barangsiapa sumpah dengan selain nama Alloh, maka sungguh ia telah syirik” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishohihkan oleh Albani)… Dan barangsiapa sumpah dengan selain nama Alloh karena lupa, maka ucapkanlah laa ilaaha illalloh… (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzy dan Ibnu Majah, dishohihkan oleh Albani).
Artikel ini gubahan dari tulisan “kam ilaahan ta’bud” karya Dr. Muhammad Al-Uraifi dengan penambahan dan pengurangan… Semoga bermanfaat…
Madinah, 18 sya’ban 1430 / 9 agustus 2009
Sumber : http://addariny.wordpress.com/

COPY-PASTE DARI :
http://tentarakecilku.blogspot.com

KETIKA SHALAT TERASA BERAT....

Urgensi dan pentingnya shalat telah sedemikian jelas bagi setiap Muslim. Meski begitu, kita belum juga merasakan makna-makna mendalam ini, dan kita pun tetap menganggap shalat sebagai sesuatu yang berat. Kita memang layak mengalami hal tersebut, dan alasan tersebut bisa diterima. Sebab Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman, artinya:
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." (QS. Al Baqarah: 45).    
Yah, kita belum melaksanakan shalat secara khusyuk, sehingga shalat pun terasa berat, sulit, dan menjadi beban. Karenanya, kekhusyukan menjadi tema utama dalam permasalahan shalat. Tanpa kekhusyukan, Anda akan merasakan shalat sebagai beban berat yang tidak berpengaruh, dan hanya merupakan gerakan-gerakan mekanistik saja.

Sebab dan Akibat Shalat Tak Khusyuk
Salah satu hal yang merintangi seseorang menuju kekhusyukan dalam shalat adalah banyaknya tolehan dan gerakan badan, begitu pun sikap lalai dalam shalat. Anda bisa melihat, ada orang yang melakukan hal-hal aneh dalam shalat. Satu contoh, orang yang mengerjakan shalat dengan sedemikian cepat seolah sebuah senam aerobik, atau shalat di samping televisi yang tengah menyala, atau shalat namun matanya berputar mengamati ornamen-ornamen masjid dan orang-orang yang ada di dalamnya. Ada juga yang ketika shalat sengaja mengangkat suara agar anaknya diam. Bahkan ada juga yang gerakannya lebih cepat dari patukan ayam jantan, di mana ia melakukan sujud namun ujung kepalanya hampir tidak menyentuh lantai.
Ini merupakan contoh-contoh yang tidak bisa diteladani. Apakah Anda mengira Allah Subhaanahu wa Ta'ala akan mengabulkan shalat-shalat semacam ini?

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhârî, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepada seorang laki-laki yang mengerjakan shalat dengan cepat dan tanpa thuma'ninah,
"Pergilah untuk mengerjakan shalat sebab engkau belum mengerjakannya."

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang perbuatan menoleh-noleh ketika shalat, maka beliau pun bersabda,
"Itu merupakan curian yang dilakukan setan terhadap shalat seorang hamba." (HR. Al Bukhârî).

Sungguh, sejelek-jelek manusia adalah orang yang berusaha mencuri bagian shalatnya. Ditanyakan, "Bagaimanakah hal itu bisa terjadi, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya." (HR. Ahmad).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah akan menyambut saorang hamba dalam shalatnya sepanjang ia tidak berpaling. Maka jika hamba itu memalingkan muka, Allah pun berpaling darinya." (HR. Abû Dâwûd dan An-Nasâ'î).
Demi Allah, tidakkah kita merasa malu? Apakah Allah Subhaanahu wa Ta'ala melihat Anda, tetapi Anda justru melihat ke arah yang lain?

Jadikan Shalat Sebagai Istirahat Anda
Inilah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersama shalat. Perhatikanlah tatkala beliau mengatakan,

"Wahai Bilâl, dirikanlah shalat (qomatlah)! Istirahatkanlah kami dengannya." (HR. Abû Dâwûd, dishahihkan oleh Al Albânî).
   
Bandingkan dengan kondisi kita saat ini. Bisa jadi kita justru mengatakan, "Istirahatkanlah kami dari shalat, wahai Bilâl."
   
Demi Allah, yang mampu mengecap rasa ini hanyalah orang-orang yang khusyuk. Adapun orang-orang yang selain mereka justru akan merasa letih. Perhatikan bagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengatakan, "Dan pucuk kebahagiaanku dijadikan terletak dalam shalat." (HR. Ahmad).
   
Shalat adalah kebahagiaan beliau dan keinginannya. Pandangan beliau tidak terpenuhi apa-apa selain shalat, sementara pandangan kita telah terjejali banyak hal; isteri, rumah tangga, pekerjaan, harta benda, televisi, dan sebagainya. Pernahkah barang sekali kita merasakan pucuk kebahagiaan kita terlatak pada dua rakaat yang kita kerjakan di tengah gelapnya malam, di mana kita menegakkan kaki di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta'ala dengan penuh khusyuk dan menghibah?
   
Para sahabat mengatakan, "Apabila Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ditimpa suatu persoalan atau mengharapkan sesuatu hal, beliau bergegas melaksanakan shalat." (HR. Ahmad).
Itulah, sungguh aneh keadaan kita! Jika kita ditimpa persoalan, kita segera berlari mencari orang lain. Bukan shalat!

Antara Mabuk dan Lalai dalam Shalat
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, artinya:
”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan." (QS. An-Nisâ': 43).

Subhânallâh! Ada banyak orang yang tidak sedang mabuk namun keadaan mereka ketika shalat tidak berbeda dengan orang-orang mabuk. Mereka sama sekali tidak mengerti apa yang mereka ucapkan ketika shalat. Tanyakan pada diri kita masing-masing, berapakah shalat yang kita lakukan dalam kondisi lebih jelek dari orang-orang yang tengah mabuk? Sukakah Anda menjadi orang yang lalai, sementara Anda berdiri di hadapan Allah ??

Teladan dari Salaf
Abû Thalhah pernah shalat di kebunnya. Kemudian di tengah-tengah shalat beliau melihat seekor burung terbang keluar dari kebun. Kedua mata beliau pun terpaku melihat burung itu, sampai-sampai lupa, berapa rakaat telah beliau jalani. Akhirnya, karena kelalaian ini, beliau pergi menghadap Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sembari menangis dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya telah tersibukkan oleh seekor  burung ketika shalat di kebun, sehingga saya lupa  telah berapa rakaat melakukan shalat..." Beliau pun melanjutkan, "Sekarang, birlah kebun itu menjadi sedekah di jalan Allah. Gunakanlah kebun itu untuk apa saja seperti yang Anda inginkan, barangkali dengan ini, Allah akan mengampuni saya."
   
Sungguh, seorang mukmin sejati akan melihat dosanya sebagai sebuah gunung yang besar yang siap menimpanya. Seharusnya kita menangis sejadi-jadinya atas keadaan kita selama ini. Ratusan hari, bahkan bertahun-tahun, kita shalat dalam keadaan lalai, namun kita selalu menghibur diri dengan berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun pernah lupa jumlah rakaat shalatnya."

Suatu kali Hâtim ibn al 'Ishâm—rahimahullâh—pernah ditanya tentang shalatnya. Ia pun menjawab, "Jika waktu shalat telah tiba, aku berwudhu dengan sempurna, dan menghampiri tempat di mana aku akan mengerjakan shalat. Aku pun lantas duduk di sana sampai seluruh tubuhku terkonsentrasi. Kemudian aku pun memulai shalat dengan menjadikan Ka'bah seolah berada di hadapanku. Jembatan Ash-Shirath terlatak di bawah kakiku. Surga di samping kananku, dan neraka di sebelah kiriku, serta Malaikat Maut berada tepat di belakangku. Aku pun menganggap shalat ini sebagai shalatku yang terakhir.
   
Kemudian aku mulai mengerjakannya dalam nuansa antara raja' (harap) dan khauf (cemas). Aku bertakbir sepenuh mungkin, dan membaca lantunan ayat Al Qur'an dengan tartil, kemudian aku rukuk dengan tawadhu dan bersujud dengan penuh khusyuk.
   
Selanjutnya aku duduk di atas kaki kiri dengan menjulurkan telapaknya dan menegakkan kaki kanan di atas patokan ibu jari. Aku pun mengakhiri shalat tersebut dengan rasa ikhlas. Tetapi aku tidak tahu, apakah shalat itu dikabulkan ataukah tidak."

Perhatikan pula 'Alî bin Abî Thâlib Radhiyallahu Anhu. Selepas wudhu, beliau biasanya gemetar. Ketika ditanya sebabnya, beliau mengatakan, "Sekarang aku sedang memikul amanah yang pernah disodorkan kepada langit dan bumi serta gunung, tapi mereka semua menolaknya. Namun aku kemudian maju dan bersedia menerima amanah tersebut."

Carilah Hati Anda!
Imam Abû Hâmid Al Ghazâlî—rahimahullâh—berkata, "Carilah hatimu di tiga tempat: Pertama, ketika membaca Al Qur'an. Kedua, ketika shalat. Ketiga, ketika mengingat kematian. Jika di tiga tempat tersebut engkau belum menemukan hatimu, maka mohonlah kepada Allah untuk memberimu hati, sebab engkau sedang tidak memilikinya."Wallâhul Hâdî ilâ Aqwamith Thorîq.


Sumber: (Al Fikrah No.12 Th. VIIIi/08 Jumadal Ula 1428H)