“Seharusnya kita bisa lebih mengarahkan kepada nasionalis dengan meningkatkan daya saing, memperkuat diri dengan daya juang yang tinggi,” kata Din menjelaskan yang dimaksud dengan nasionalisme rasional. Din berbicara tentang berbagai persoalan politik dan memotivasi kader muda di hadapan sekitar 400 kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Jumat (9/12) di UMM Dome.
Din hadir di UMM atas undangan Pimpinan Cabang IMM Malang untuk memberi kuliah umum sebelum pelaksanaan Diklat Politik Nasional (Dikpolnas) yang akan berlangsung hingga Minggu (11/12). “Kami bangga dan bersyukur karena Ayahanda Din menyempatkan waktu untuk kader-kader Muhammadiyah di acara kami,” kata Ketua PC IMM Malang Taufik.
Hadir dalam pertemuan itu rektor UMM, Muhadjir Effendy, ketua DPD IMM Jatim Ali Mutohirin, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Malang, Baroni dan Ketua PDM Kabupaten Malang, Mursidi, serta fungsionaris organisasi otonom Muhammadiyah lainnya.
Menurut Din, bangsa ini sedang menghadapi dua persoalan besar yang disebutnya sebagai moral illiteracy dan spiral of stupidity. Moral illiteracy adalah buta aksara moral atau tuna moral. Sedangkan spiral of stupidity adalah lingkaran kebodohan atau disebut sebagai the spiral of immorality.
Akibat kedua perilaku itu, bangsa ini semakin koruptif dan terjebak ke dalam lingkaran kebodohan. Perilaku kebohongan, kemunafikan, manipulasi, terjadi diberbagai sektor. Korupsi, disebutnya merupakan organized crime, termasuk yang dilakukan oleh negara. Melalui UU mengenai Ekonomi, misalnya, negara mengesahkan pencaplokan kekayaan alam kita kepada pihak asing.
“Yang lebih memprihatinkan, perilaku koruptif itu sudah menjalar ke kader-kader muda, pelakunya masih berusia belia,” ujar Din menyebut beberapa nama yang santer diberitakan di media massa.
Di sisi lain kelemahan leadership juga menjadi persoalan serius. Manajemen dan kepemimpinan tidak berjalan efektif. “Negara ini telah salah urus karena pemimpinnya tidak mau serius mengurus,” kritiknya.
Untuk itu Din menyerukan kepada kaum muda Muhammadiyah untuk mengambil peran penting. “Umat Islam harus menjadi determinant factor, minimal jadi effective factor dari problem solver,” harapnya.
Muhammadiyah, kata Din, tidak perlu terlalu harus besar secara angka sebaliknya harus kuat secara kualitas. “Biarpun kecil, peran kita harus sangat besar bagi bangsa ini,” kata Gurus Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Melalui politik nilai atau politik akomodatif, menurut Din, warga Muhammadiyah bisa mengambil peran di berbagai partai politik. Tetapi nilai-nilai luhur persyarikatan harus ditegakkan dan tidak semata-mata berorentasi kepada jabatan.
copas :
http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-661-detail-din-ubah-nasionalis-patriotis-jadi-nasionalis-rasional.html